Tema di bulan Oktober ini membuat saya maju mundur untuk menceritakan pengalaman saya. Tapi saya merasa bahwa saya harus berbagi cerita ini karena beberapa perempuan diluar sana mungkin merasakan perasaan seperti saya. Nama saya Gabby (Nama disamarkan), saya mau berbagi pengalaman 3 tahun lalu, disaat saya menjadi pribadi yang sangat terpuruk karena suatu kejadian.
Saya menikah dengan pasangan saya pada tahun 2015. Sewaktu itu saya masih bekerja di salah satu pabrik diluar kawasan Jakarta, dan pasangan saya bekerja di Jakarta. Setelah menikah pun kami masih harus terpisah jarak, dan bertemu di saat akhir pekan saja. Tentu saja itu tidak menghambat kami dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan sebagai suami istri. Kami waktu itu sepakat bahwa tidak akan merencanakan program hamil, tetapi menunggu bagaimana waktu Tuhan. Kami pun tidak menunda, dan kami percaya bahwa ketika waktunya tiba pasti kami akan memiliki anak.
Setelah 6 bulan kami menikah, saya hamil. Itu adalah moment sangat bahagia bagi saya, menjadi seorang Ibu dan menjadi keluarga yang utuh. Kami sangat senang karena dikasih kesempatan untuk menjadi Orang Tua. Akhirnya suami saya waktu itu menyuruh saya untuk resign dan menjaga kesehatan, saya pun mengikutinya. Orang Tua kami berdua pun merasa sangat senang dan sangat memperhatikan kami terutama saya. Setelah saya memutuskan untuk resign dari kantor dan fokus terhadap bayi yang ada didalam perut saya, saya menjadi mengerti bagaimana jadinya perasaan seorang calon Ibu. Dan setelah itu, hubungan saya dan suami serta orang tua saya semakin erat dan harmonis. Setiap malam setelah suami saya pulang kerja, kami selalu berdoa lalu bercakap-cakap sendiri dengan perut saya. Saya sungguh bersyukur diberikan kesempatan untuk menikmati keadaan ini. Dan semua berjalan baik-baik saja hari lepas hari. Proses yang saya alami pun berjalan seperti wanita hamil pada umumnya dari mulai mual, ngidam hingga merasakan suka dan tidak suka berlebihan terhadap apapun.
Lalu suatu malam ketika usia kehamilan saya hampir 10 minggu, tiba-tiba saja saya terbangun karena mimpi. Mimpi yang cukup buruk saat itu dan tidak pernah saya mimpikan sebelumnya saat hamil. Saya bermimpi darah ada dimana-mana dan saya tenggelam dalam darah. Dan besoknya saya mimpi buruk lagi, tetapi saya mimpi bahwa saya menggenggam tangan anak kecil berusia balita dan dia pergi mengatakan selamat tinggal kepada saya. Saya pun bangun dan suami saya berkata bahwa itu terjadi karena saya masih kepikiran akan mimpi malam sebelumnya, dan saya merasa mungkin benar juga. Lalu saya berfikir bahwa sungguh baiknya Tuhan mengirimkan saya suami yang tetap menyemangati saya tanpa menghakimi saya. Pada saat itu saya menganggap bahwa hal itu tidak akan mungkin terjadi.
Lalu.. Peristiwa itu datang…
Satu minggu lebih setelah kejadian tersebut, saya sedang bersantai dengan suami dirumah. Ketika kami sedang menikmati hari dan saya sedang merapikan piring dan gelas, tiba-tiba saja saya merasakan ingin buang air kecil, lalu saya merasakan perlahan ada cairan turun dari organ intim saya hingga ke paha dan ke kaki. Dan ternyata itu adalah darah. Saya teriak histeris menjerit, suami saya berlari dan langsung menggendong saya ke mobil menuju ke rumah sakit bersalin. Saya hanya bisa menangis karena saya tau itu adalah darah. Pikiran saya kemana-kemana dan perasaan saya tidak terkontrol. Kemudian dokter menangani saya dan memberikan pertolongan.
Setelah itu, dokter mengatakan bahwa saya mengalami hamil ektopik atau hamil diluar kandungan. Dokter tersebut mengatakan kepada saya bahwa hal itu terjadi karena saya memiliki penyakit endometriosis ringan. (Endometriosis sendiri adalah kondisi tidak normal pada jaringan dinding rahim, atau jaringan itu dapat disebut dengan Endometrium. Jadi normalnya dinding rahim hanya akan menebal menjelang masa ovulasi untuk bersiap-siap agar calon janin dapat menempel pada rahim jika ada pembuahan. Namun jika tidak ada pembuahan, maka jaringan yang menebal ini akan turun menjadi darah, saat itulah menstruasi dimulai. Pada kasus endometriosis, penebalan yang menetap tersebut akan mengiritasi jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan peradangan (info : google) ). Kembali lagi terhadap keadaan saya saat itu yang shock dan dinyatakan bahwa proses pertumbuhan janin saya bukan didalam rahim, melainkan di saluran rahim. Dan dokter menyatakan bahwa itu tidak dapat dipertahankan, dan janin saya tidak dapat berkembang. Akhirnya kami memutuskan untuk dioperasi dan diangkat janin tersebut, karena akan menyebabkan hal berbahaya kedepannya.
Saya menangis, berteriak hingga saya dibantu oleh suami saya untuk menenangkan diri. Siapa yang tidak histeris dan menangis jika menerima info tersebut? Saya yakin perempuan diluar sana akan seperti saya. Saya merasa gagal menjadi Ibu, karena saya sendiri tidak bisa menjaga diri saya sehingga darah daging saya tidak dapat bertahan lama di tubuh saya. Pasca operasi, saya mengurung diri saya sendiri dikamar. Hampir 8 bulan saya hanya menangis dan minta maaf kepada suami saya serta orang tua kami berdua. Walaupun mereka menyemangati saya dan selalu bilang bahwa ini bukan kesalahan saya, saya tetap menyalahkan diri saya sendiri. Saya kecewa dan setiap melihat perempuan yang hamil saya merasa tidak percaya diri dan menyalahkan kembali diri saya sendiri. Apalagi ketika mengetahui bahwa belum tentu dapat hamil lagi. Setiap malam ketika sedang tidur, saya suka terbangun dan menjerit karena perasaan yang ternyata masih terluka. Suami saya pun ikut menangis atas kejadian ini dan ikut stress memikirkan mental saya.
Keluargaku Tidak Gagal!
Sampai akhirnya saya mengetahui bahwa kerjaan suami dikantor ikut terganggu karena mengurus saya yang masih belum stabil mentalnya. Lalu saya terdiam ketika mendengar percakapan antara dia dan bos nya di telepon. Dan saat itu saya menyesal. Saya tidak sadar bahwa keadaan sedih ini pun dirasakan oleh dia juga. Saya bersikap seolah-olah saya saja yang terluka, sampai saya menyadari bahwa dia pun bagian dari keluarga ini dan bagian dari saya. Dia selalu bijak terhadap saya, walaupun saya belum bisa Move On dari kejadian pahit tersebut. Saya pun tidak mau kalau keluarga ini harus berakhir karena perasaan saya yang tidak mau bangkit. Saya akhirnya membuat perubahan terhadap diri saya sendiri dan berkata bahwa saya bukan ibu yang gagal. Lalu saya komitmen bahwa akan terus mempertahankan keluarga kecil ini, dan tidak mau lagi hanya menangis seperti yang saya lakukan selama 8 bulan belakangan. Saya mulai mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat mengisi hari saya, dan saya percaya bahwa waktu Tuhan pasti yang terbaik. Saya mulai berbisnis kue-kue kecil secara online. Saya percaya bahwa kejadian tersebut untuk menguatkan keluarga kecil saya. Saya juga berubah, mulai dari rohani hingga jasmani. Dan benar saja, ketika saya melepaskan perasaan tidak nyaman tersebut, rencana Tuhan indah untuk saya dan suami saya. Tahun 2017 tepatnya bulan April saya hamil lagi, dan januari saya berhasil melahirkan anak pertama. Kini anak kami sudah berusia 1 tahun 10 bulan. Dan saya sangat bersyukur mampu melewati
Hal-hal yang saya pelajari dari kejadian tersebut adalah :
- Saya lebih menjaga diri saya. Pola makan dan pola hidup saya, karena jika saya diberikan kesempatan lagi untuk memiliki anak maka saya mau agar saya sehat sehingga semua proses yang Tuhan sudah atur untuk kita dapat berjalan baik-baik saja.
- Saya belajar lebih menghargai perasaan orang terdekat saya. Saya tidak egois hanya memperhatikan perasaan saya, tetapi saya memperhatikan sekitar saya juga.
- Saya belajar untuk menerima segala apapun kondisi dan situasi, berusaha untuk tetap bersyukur dan melihat bahwa ada sesuatu indah dibalik kejadian pahit.
- Saya menyadari bahwa jika saya tidak mau Gagal atau disebut Gagal, saya harus bisa Move On dan mengambil keputusan untuk bangkit. Karena jika hanya berada disitu, saya tidak akan bertumbuh.
Itu dia Urbannesse cerita pengalaman hidup saya yang sangat merubah saya, semoga dapat memberikan efek positif bagi kalian yang mungkin sedang berada diposisi yang sama atau yang pernah mengalaminya. Kiranya pengalaman dan pembelajaran saya juga dapat memberikan semangat untuk kita semua.
Stay positive Ladies!
BACA JUGA : Ketika Aku Salah Mengambil Keputusan