Aku pernah menikah dengan laki-laki idaman yang sangat kucintai. Setelah menikah aku tetap menjalankan usahaku dan dia tetap bekerja di perusahaannya. Semua berjalan baik-baik saja. Setahun setelah menikah kami dikarunia seorang anak laki-laki, disusul dua tahun kemudian lahir adik perempuannya.
Meski telah menikah dan memiliki anak ada sikap suamiku yang sangat mengganjal. Dia sering tebar pesona, termasuk pada istri orang. Tingkahnya seperti laki-laki bujang. Sebenarnya itu sering terjadi sejak kami masih berpacaran, namun aku menutup mata karena cintaku padanya.
Rumah tangga kami dihiasi pertengkaran. Suasana rumah sering tidak kondusif. Di sela-sela pertengkaran itu komunikasi kami sering terputus. Dia juga kerap izin bepergian keluar kota untuk urusan bisnis, tapi aku menaruh curiga. Bertahun-tahun situasi berjalan seperti itu.
Suatu hari ada perempuan cantik datang ke rumah dan mengaku telah menjalin hubungan selama 5 tahun dengan suamiku. Menurut pengakuannya, awalnya dia tidak tahu tentang status suamiku yang sudah menikah dan punya anak. Tapi dalam kesempatan itu dia memintaku mengalah padanya karena dia terlalu cinta pada suamiku dan mau bercerai dengan suaminya. Bingung, marah, sedih, campur aduk saat itu. Namun suamiku mengatakan lebih memilih diriku, perempuan itu pun pulang dan berusaha menerima keputusan suamiku.
Selepas kejadian itu suamiku bersikap sangat manis. Dia terlihat berusaha membangun kembali kepercayaanku. Tapi setelah hubungan kami berangsur normal, ia kembali bersikap tak acuh dan meneruskan kebiasaannya memberi perhatian pada perempuan lain. Aku sangat tidak mengerti. Seiring berjalannya waktu aku banyak berpikir dan menarik kesimpulan mungkin suamiku memang tidak pernah mencintaiku. Itulah akar masalahnya. Aku berusaha menumbuhkan cinta di hatinya, tapi rasanya selalu gagal.
Akhirnya kuputuskan untuk hidup terpisah dengannya. Aku tidak mau anak-anak menerima dampak buruk dari kondisi rumah tangga yang tidak harmonis. Yang menjadi fokusku sekarang hanya kebahagiaan anak-anakku saja. Dan setelah berpisah aku justru merasa lebih bahagia.
Sebagai perempuan aku diuntungkan karena dididik mandiri secara finansial. Saat memilih hidup sendiri tanpa suami aku tidak terlalu dipusingkan oleh masalah ekonomi. Aku mengambil pelajaran yang sangat berharga tentang mencintai diri sendiri yang sebelumnya mungkin belum bisa kuakukan. Tidak ada penyesalan atau kebencian, yang ada hanya pelajaran tentang makna kehidupan yang banyak mengubah pola pikir dan sudut pandang. (*)