UrbanWomen – Aku Elda, 30 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Dulu, aku menganggap bahwa pekerjaan adalah segalanya. Bahkan, aku lebih mengutamakan pekerjaan dibandingkan keluarga dan teman. Waktu itu, aku bekerja di salah satu digital agency sebagai media sosial spesialis. Aku sangat menikmati pekerjaanku, tapi semakin lama perusahaan menyuruhku untuk mengerjakan banyak hal sekaligus. Terkadang aku merasa kerepotan karena mengurus banyak pekerjaan.
Sebetulnya, aku suka sekali bekerja. Bahkan setelah menikah, aku tetap bekerja walaupun suami sudah mencukupi kebutuhan rumah tangga kami. Aku memiliki atasan yang suka sekali bekerja. Sering kali dia bekerja tidak mengenal waktu, hingga larut malam. Karena ini aku terkena imbasnya. Bosku sering menghubungi aku tanpa mengenal waktu. Hampir setiap hari aku bekerja lembur, jam 2 malam aku baru bisa tidur. Di pagi harinya bekerja lagi.
Karena sebagian besar hidupku lebih banyak dihabiskan untuk bekerja, aku hanya memiliki waktu untuk suami dan teman. Pekerjaan menjadi salah satu penyebab munculnya konflik dengan suami dan teman karena aku terus mementingkan pekerjaan. Bahkan, kesehatan diri sendiri saja sering dilupakan. Aku sering melewatkan waktu makan, padahal sudah lama sakit lambung.
Karena aku tidak bisa memanajemen waktu dengan baik, aku tidak bisa menyeimbangkan antara pekerjaan dengan keluarga. Kebiasaan begadang hampir tiap malam, membuat aku jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit. Kata dokter, karena aku sering menunda makan, makan-makanan yang tidak sehat, dan sering begadang.
Aku yang sudah banyak berkorban untuk pekerjaan, tapi atasanku tidak memahamiku. Dia tidak peduli bagaimana keadaanku, dia tetap saja memintaku untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Dia tidak bertanya apakah aku sudah membaik atau belum. Dari sinilah aku mulai sadar bahwa menyeimbangkan kehidupan di kantor dan di luar kantor itu penting sekali. Selama ini aku lebih banyak menghabiskan waktu hanya untuk pekerjaan. Sampai mengabaikan kesehatan dan meluangkan waktu dengan keluarga.
Akhirnya, aku memutuskan untuk resign dari pekerjaan dan mencari pekerjaan baru yang jauh lebih baik. Aku lebih memilih menerima pekerjaan yang gajinya tidak terlalu besar, tapi aku memiliki banyak waktu luang untuk keluarga dan teman-temanku dibandingkan seperti pekerjaan pertamaku, yang punya gaji besar tapi tidak memiliki waktu untuk keluarga. Kesehatanku juga semakin membaik, jarang sakit karena makan-makanan sehat dan tidur cukup.
Baca Juga: Work-Life Balance: Menemukan Keseimbangan antara Karir dan Kehidupan Pribadi
Aku mulai bisa mengatur waktu dengan baik, kerja mulai dari jam 8 pagi sampai 5 sore. Selebihnya aku habiskan waktu bersama suamiku. Program hamil yang sempat tertunda karena terlalu sibuk bekerja juga aku lanjutkan. Kini aku bisa lebih fokus menjalaninya. Di malam hari aku menghabiskan waktu dengan suami atau berolahraga. Aku paham bahwa hidup itu perlu seimbang, tak hanya disibukkan dengan bekerja, tapi meluangkan waktu untuk keluarga dan mengeksplor hobi juga sangat penting.
Kebahagiaan akan membuat seseorang lebih berpikir positif dan optimis, sehingga bisa meningkatkan imun tubuh yang dapat melindungi berbagai penyakit. Adanya keseimbangan antara urusan pribadi dengan pekerjaan maka akan meningkatkan kualitas hidup dan kebahagiaan.
Elda, 30 tahun, nama disamarkan, di Jakarta