Jujur saja dulu aku termasuk orang yang tidak terlalu sering berdoa, ibadahku juga jarang, karena saat itu aku hanya berpikir tanpa meminta pada-Tuhan aku juga banyak mendapatkan segala yang aku impikan dari mulai mendapat beasiswa kuliah di kampus negeri, hingga aku bisa bekerja dan menghidupi adik beserta orangtuaku di kampung dari hasil keringatku sendiri.
Sukses dalam studi& karir tidak serta membuatku sukses dalam urusan percintaan. Berkali-Kali memiliki hubungan tapi selalu berakhir di kecewakan, 2 kali aku gagal menikah, aku sudah merasa cocok& memberi segalanya. Sejak saat itu aku mengalami trauma untuk menjalin hubungan kembali dengan pria. Aku bertanya pada Tuhan tentang nasibku mengapa tidak berjalan seperti cerita cinta teman-temanku. Mereka bisa dilancarkan urusan jodohnya bahkan baru kenal pun bisa langsung menikah tanpa halangan, Pikirku saat itu.
Pada tahun 2010 aku mengalami suatu perasaan cemas yang sangat berlebihan aku takut mengalami kematian, juga merasa takut ditinggalkan oleh orangtua dan keluarga. Aku konsultasi ke dokter kata dokter aku mengalami Anxiety disorder Perasaan cemas berlebih. Perasaan ini membuatku sangat tidak nyaman, tidak enak makan&tidur dan merasa kehilangan arah.
Karena seorang diri di Jakarta aku memutuskan pulang ke rumah orangtuaku di kampung dan resigne bekerja. Masa-masa tersebut adalah masa kacau dalam hidupku. Ketika rasa cemas datang aku minum obat penenang dari dokter dan tidak ada perubahan berarti, aku cemas aku merasa takut akan kematian.
Hingga suatu hari di rumah orangtuaku, aku tersadar di tengah malam, saat itu aku belum bisa tidur & melihat Ibu bapakku sedang bersiap untuk menunaikan ibadah malam hari. Ibadah yang memang biasa mereka lakukan. Entah kenapa aku biasa melihat mereka beribadah namun baru kali ini batinku tersentuh, melihat mereka aku menangis sejadi-jadinya. Bukan menangisi mereka, melainkan terpikir olehku bahwa selama ini aku bisa sampai di titik ini, masih diberi kehidupan oleh Tuhan atas doa orangtuaku di tiap ibadah malamnya, selama ini hingga semua yang aku dapatkan bukan karena aku nya yang memang pintar dan beruntung tetapi karena izin dari Tuhan dan doa kedua orangtua yang tidak putus berdoa dan beribadah untuk kelancaran hidup anak-anaknya.
Aku lupa diri, dari dulu aku mendapatkan segala yang di impikan studi dengan hasil yang baik dan dilancarkan dan karirku saat itu sebenarnya sudah mendapatkan posisi pekerjaan yang sesuai dengan passionku. Namun Aku lupa diri, aku tidak rendah hati baik pada diri sendiri maupun pada Tuhan. Aku jarang bermunajat pada Tuhan, tetapi DIA malah banyak memberikan berkat padaku namun aku kurang bersyukur.
Aku malah berkeluh kesah, kecewa mendalam dan merasa luka hati karena masalah percintaanku yang sempat kandas. Aku sadar langkahku mengikuti egoku sendiri, aku terlalu mencintai diri sendiri hingga lupa bahwa semua yang aku dapatkan atas izin Tuhan dan ridho orangtua yang di ibadahnya selalu mendoakan aku. Ujian terberat manusia adalah melawan dirinya sendiri. Menjadi pribadi berada di jalur yang benar-benar saja dan membawa kebaikan adalah juga pilihan pribadi begitupun sebaliknya. Namun, dulu itu aku malah terjerumus memilih jalur yang belum membawaku pada kebaikan untuk diri sendiri. Karenanya aku merasa terluka hati mendalam karena urusan percintaan yang gagal hingga sakit cemas karen merasa takut mati..
Saat itu aku bertanya pada diri sendiri apakah aku sudah terlambat untuk menjadi pribadi yang baik ? Aku malu pada Tuhan, aku malu pada diriku sendiri ternyata selama ini aku memang jauh dari NYA dan mementingkan egoku, aku jarang berdoa meminta sesuatu pada Tuhan karena merasa hidupku sudah sempurna dan ketika mengalami kegagalan dan kecewa menjadikanku down dan kehilangan arah karena tidak memiliki pengangan hidup.
Aku terlalu arogan melihat kehidupanku hingga akhirnya Tuhan menegurku dengan memberikan aku sedikit ketakutan ini, ketakutan yang mengingatkanku bahwa hidup di dunia ini memang tidak selamanya. Bagaimanapun aku harus siap menghadapinya.
Pengalaman Mengajarkanku Beberapa Hal, Aku belum terlambat untuk memperbaiki diri dan hidupku. Selama Tuhan masih memberikan aku nafas berarti ia masih memberiku kesempatan. Kesempatan untuk melakukan hal-hal yang positif, membawa kebaikan untuk diriku sendiri maupun bermanfaat untuk sekitarku. Meski saat itu kondisiku masih berobat jalan karena mengalami kecemasan dan rasa takut mati berlebihan, tetapi aku mulai menata hati dan jalan berpikirku.
Memperbaiki perilaku/kebiasaan yang tidak membawa kebaikan
Aku melihat bagaimana orangtuaku yang tidak pernah meninggalkan ibadah rutinnya setiap hari dan mereka pun mengaplikasikan dalam kehidupannya. Ayahku mantan bendahara di kantor desa saat itu sedang ada pemilihan kepala daerah. Ia sebagai bendahara harus menjadi punggawa yang pegang uang kas pendanaan desa. Karena kejujuranya dia di singkirkan oleh rekan yang notabene adalah sahabat kecilnya sendiri hanya karena ia tidak mau membantu temannya bermain politik uang agar sahabatnya lolos pemilihan menjadi kepala desa. Dan ketika sahabatnya akhirnya menjadi kepala daerah, Ayahku di berhentikan dengan alasan ingin mengganti formasi kepegawaian yang di ambil dari anggota keluarga sahabatnya. Cerita ini aku dapatkan bukan dari Ayah melainkan dari orangtua teman-temanku di kampung yang juga merupakan rekan-rekan kerja ayah semasa dulu.
Ayahku jelas legowo, ia tidak sama sekali membicarakan keburukan sahabatnya ke orang lain bahkan Ibuku yang tahu cerita tersebut pun tidak pernah menceritakan pada anak-anaknya apalagi orang lain mengenai kejadian tersebut. Ibu tidak berkeluh kesah melihat suaminya yang saat itu sempat menjadi pengangguran. Ia malah membantu ayah berjualan di pasar dan hidup mereka damai dan berkecukupan.
Ayahku sempat berpesan padaku sebelum aku kembali ke Jakarta lagi “Badan sehat, masih bisa bertemu anak-anak yang sudah pada dewasa, masih bisa makan enak, memiliki tempat tinggal untuk berteduh, masih bisa bekerja dan beribadah tanpa gangguan itu sudah nikmat yang paling cukup, jika ada impian yang masih ingin di raih, raihlah tetapi jangan menjadikan diri kita budak ambisi dari sesuatu ingin kita dapatkan. Karena segala sesuatu jalannya selalu atas Ridho Tuhan. Usahakan semampu kita asal tidak ngoyo, karena ketika kita usaha sambil memasrahkan pada Tuhan saat mengalami kecewa tidak sampai membuat kita hilang arah, melainkan kita memiliki pegangan hidup. Pikirkan kebahagiaan dan kesehatan diri karena itu yang utama” terang Ayah.
Aku mulai menanamkan pada diriku untuk berperilaku yang positif seperti yang di terapkan orangtuaku dan membawa kebaikan diri. Aku mulai memperbaiki hubunganku dengan Tuhan, yang sebelumnya bahkan tidak pernah aku lakukan dan benar lho, ketika kita bedoa dan melakukan ibadah lalu memasrahkan diri kita pada Tuhan. Batin terasa lebih tenang, ada energi tersendiri yang membuatku akhirnya mengubah pola pikir bahwa kematian itu pasti terjadi, tidak perlu sampai dipikirkan berlebihan sebelum terjadi. Alangkah lebih baik kalau aku mempergunakan kesempatan hidup dari Tuhan ini untuk kembali bekerja di Jakarta yang hasilnya jelas membawa manfaat bukan hanya untukku tetapi juga keluargaku di kampung yang memang masih membutuhkanku.
Dulu aku menutup diri dari pertemanan karena kerap berpikiran buruk pada sekelilingku. Ada perasaan takut di pergunakan oleh orang lain. Aku sadar pikiran buruk dan rasa cemas akan kematian terjadi karena aku menuruti ego, hatiku kosong seperti tanpa iman. Pulang kerja langsung ke kosan dan hidupku hanya berfokus pada pacarku kala itu..
Sekarang aku lebih banyak aktivitas lain di luar jam bekerja. Aku mengikuti kelas yoga & meditasi. Akupun memiliki beberapa orang teman dekat yang memang sejalan dengan pola pikirku. Aku merasakan, hidupku saat itu setahap demi setahap mulai berubah. Sakit cemas karena perasaan takut mati pun lambat laun tidak aku rasakan lagi. Karena aku sudah sibuk dengan pekerjaan dan aktivitasku olahraga, mengkuti kelas meditasi dan lebih fokus pada kebahagiaan diri dan orangtuaku.
Hidup hanya sekali, jadi aku memilih melakukan hal yang baik dan membawa manfaat untuk diriku, kelurga dan orang-orang sekitarku. Orangtuaku memberiku kebebasan memilih siapa yang akan menjadi pasangan hidupku, yang terpenting bagi mereka adalah kebahagiaanku. Setelah perenungan doa dari masalah serta penyakit kecemasan yang pernah aku alami dulu, salah satu hal baik tidak ada salahnya aku mulakan yakni dengan memperkenalkan teman pria yang sedang dekat denganku tersebut kepada orangtuaku. Karena sesuai dengan ajaran keyakinanku restu Orangtua adalah restu dari Tuhan, murka orangtua adalah murka Tuhan.
Orangtuaku mungkin memang bukan orangtua yang sempurna dan baik, tetapi dengan keringat mereka lah aku bisa menjadi diriku hari ini, aku percaya doa mereka dan atas izin Tuhan aku bisa sembuh dari sakit kecemasan waktu itu. Karena Energi doa yang akhirnya memampukan usahaku untuk pulih dari kecewa di masa lalu dan sembuh dari penyakitku.
Mungkin memang sudah jalannya harus mengalami kekecewaan di masa lalu, pada akhir 2016 aku pun menikah pria ini adalah seseorang yang bisa menjadi penyeimbangku diantara 3 kandidat yang aku kenalkan ke orangtua, hanya dia yang berani datang ke Ayahku untuk langsung melamarku.
Pernikahan kami memang masih seumur jagung namun saya dan suami akan belajar terus melewati prosesnya manis pahit, susah senang hingga akhinya pernikahan ini kuat. Jodoh memang tidak pernah ada yang tahu. Dalam tiap doa semoga pasanganku ini adalah pasangan bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak. Selama masih diberi kesempatan nafas dari Tuhan aku dan pasangan akan terus belajar membenahi diri setiap hari agar menjadi manusia yang lebih baik dan menjadi manfaat buat diri sendiri, keluarga dan orang sekitar, Ini sebagai ungkapan caraku bersyukur pada Tuhan.