Kisah

Belajar untuk Saling Mengungkapkan Ketidaknyamanan, Kami Berhasil Tumbuh Bersama

Kisah Utama

UrbanWomen – Aku Dira, 25 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Saat ini aku menjalin hubungan dengan seorang pria yang sudah berjalan selama 3,5 tahun. Untuk sampai di titik ini tidaklah mudah, sudah banyak lika-liku hubungan yang berhasil kami lewati. Salah satu hal yang menjadi pemicu pertengkaran kami karena dia memiliki sahabat perempuan. Aku tidak masalah dia memiliki sahabat perempuan, asalkan dia bisa membagi waktu antara sahabat dan pasangannya.

Dulu sekali, kami pernah bertengkar hebat karena dia selalu memprioritaskan sahabat perempuannya. Bahkan, dia juga pernah membatalkan acara yang sudah kami rencanakan sejak lama hanya demi sahabatnya itu. Namun, dulu aku belum memberitahunya. Karena disisi lain, ada perasaan takut untuk memberitahu pacarku bahwa aku sebetulnya cemburu. Aku takut dia marah padaku dan terus-menerus membela sahabatnya itu. 

Akibatnya, aku menjadi sering marah-marah pada pacarku. Emosiku meledak-ledak, merajuk padanya, hingga berujung mendiamkannya. Aku berharap dia bisa memahami, tanpa perlu aku beritahu terlebih dahulu. Namun, bukannya membaik, keadaannya justru bertambah buruk. Dia bilang bahwa aku tidak mampu mengendalikan emosi dengan baik dan dia tidak mengoreksi diri sendiri. Kami menjadi sering bertengkar karena ini. Hubunganku dengannya sempat renggang beberapa saat. Aku sangat takut dia mengakhiri hubungan dan lebih memilih untuk bersama sahabatnya saja. Tapi ternyata tidak. Kami hanya butuh waktu masing-masing untuk saling mengoreksi diri.

Sampai suatu saat, ketika emosi sudah saling reda kami sepakat untuk berdiskusi. Apakah hubungannya tetap mau dilanjutkan atau tidak. Di sini aku memilih untuk jujur, bahwa selama ini aku sering merasa cemburu dengan sahabat perempuannya. Dia selalu mementingkan sahabatnya dibandingkan aku dan memilih untuk membatalkan acara bersamaku. Aku bilang padanya, bahwa dia juga harus bisa membagi waktu untuk pasangannya.

Dari sini akhirnya dia menyadari alasannya kenapa aku sering meledak-ledak tanpa alasan, hingga membuat dia menjadi tidak nyaman. Dari diskusi ini kami saling sadar bahwa hubungan kami sebetulnya kurang saling mendengar dan mengemukakan pendapat. Padahal, hubungan itu harus setara, bisa saling mendengar dan mengemukakan pendapatan. 

Baca Juga: Selalu Merasa Paling Unggul, Hubungan yang Aku Bangun Hancur Begitu Saja

Perlahan, kami saling belajar untuk mendengarkan dan memberi tanggapan. Mencoba memahami apa yang membuat kita tidak nyaman satu sama lain. Meskipun terkadang masih ada beberapa hal yang membuat tidak nyaman, tapi setidaknya kami bisa belajar menerima satu sama lain. Seperti masalah sahabatnya ini, pacarku sekarang sudah bisa membagi waktu. Hal yang terlihat sepele pun kami bicarakan secara baik-baik. Seperti masalah komunikasi, dan mencari solusinya bersama tidak lagi sering menghindar seperti dulu. Hubungan kami sekarang jauh lebih bertumbuh, karena sudah bisa memahami satu sama lain. Aku dan pacarku menjadi saling paham bahwa kita sama-sama memiliki hak untuk memberitahu pasangan tentang kebutuhan kita. Dengan begitu, kita bisa masuk ke dalam prioritas pasangan.

Hubungan tidak serumit apa yang dipikirkan. Asalkan kita dan pasangan bisa saling menciptakan hubungan yang sehat dan setara itu sendiri. Kedua belah pihak memiliki kesempatan yang sama untuk saling mengungkapkan isi pikirannya, pendapatnya didengar, dan keduanya mendapat perlakuan yang sama untuk bisa saling memenuhi kebutuhan satu sama lain. Jadi, jangan ragu untuk mengemukakan apa yang membuat kamu tidak nyaman dengan pasangan ya.

Sumber: Dira, 25 tahun, nama disamarkan, di Jakarta

Baca Juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu