Hi Urbanesse, bicara soal spiritualitas, saya ingin cerita bahwa sejak kecil saya nggak pernah merasa terikat dengan Tuhan. Dalam aspek apapun, yang saya tahu saya mengikuti titah orangtua untuk memeluk agama yang saya anut hari ini, beribadah sesuai aturan, dan dijadwalkan untuk belajar ilmu agama dan mengisi waktu dengan ibadah harian rutin. Selebihnya, saat itu masih belum menyadari apa maknanya ibadah.
Hal ini berlangsung hingga akhirnya saya menikah di usia 23 tahun. Menikah dalam nama agama tidak membuat saya memahami betul unsur – unsur agama juga, jadi pada intinya semua masih sama saja, berjalan seperti apa yang saya alami saat kecil.
Hingga akhirnya 3 tahun lalu saya merasa diuji oleh Tuhan, yang memberikan saya cobaan sehingga kehidupan rumah tangga saya hampir pecah diujung perceraian. Saya bersalah, saya tidak bisa kemana – mana untuk menghindar atau mengelak. Yang bisa saya lakukan saat itu hanyalah berserah dan pasrah, pun tidak bisa mengandalkan orang lain (teman atau keluarga) untuk menyelesaikan masalah pribadi ini. Lalu, kepada siapa saya bersandar kalau bukan Tuhan?
Usia saya saat itu 29 tahun, seketika menyadari apa makna Tuhan untuk manusia, makhluk yang diciptakanNya. Adalah Ia yang menyadarkan kita tepat pada waktunya, untuk kembali berkeyakinan padaNya..Melalui permasalahan ini saya merasa ditunjukkan bahwa Tuhan punya kuasa atas hidup saya, dan agama menjadi tiang untuk manusia menjadi dekat denganNya. Saya lalu mempelajari banyak hal sejak saat itu: mengikuti kajian majelis keilmuan dan membaca terjemahan ayat suci, membaca buku – buku agama, dan mencari tahu makna agama untuk manusia.
Inilah poin pembelajaran saya saat saya mulai menyadari spiritualitas dalam diri:
1.Saya sadar akhirnya bahwa Tuhan punya kuasa atas diri saya setelah sebelum kejadian ini saya jumawa menganggap semua yang berjalan atas diri saya adalah kuasa saya, ternyata saya keliru tidak ada satu makluk di dunia ini yang tumbuh bukan atas kuasa Tuhan, semua karena kuasa dan jalan Tuhan.
Ia yang paling tahu kapan dan bagaimana kita akan disadarkan untuk menyadari betapa pentingnya relasi dengan yang maha kuasa. Dalam hal ini, saya dihadapkan pada masalah besar di usia yang cukup dewasa untuk menghadapinya. Saya masih bersyukur menghadapinya di saat usia saya juga sudah matang entah bagaimana jadinya kalau kejadiannya saat saya belum benar- benar tumbuh menjadi dewasa, pasti frustasi dan hilang arah yang saya alami.
- Memahami, mempelajari dan mendalami Agama keyakinan yang saya anut lebih utuh dan menyeluruhtidaks sepotong-sepotong, saya menanyakan pada diri sendiri saya beragama? Saya beragama karena saya ingin kehidupan saya yang sebentar di dunia ini tidak sia-sia selain untuk ibadah pada Tuhan juga potensi yang saya miliki bisa menjadi manfaat untuk orang lain. Hal ini sejujurnya malah membuat keimanan saya semakin kokoh. Dengan tidak hanya menjalaninya sebagai rutinitas biasa melainkan rutinitas yang mampu memberi dampak ke semua. Ya diri saya ya orang sekitar saya..
- Kini saya percaya dengan kekuatan semesta. Semua punya kaitan dengan bagaimana Tuhan menciptakannya, dan energi yang kita peroleh dalam menjalani sesuatu. Saya merasakan itu hingga hari ini damai dan tenang saya rasakan. Kehidupan saya pun jadi positif ya rumah tangga, ya karir dan hal lainnya.
- Sebagai manusia, kita tidak boleh menjadi pribadi yang sombong. Kita hanya bagian kecil dari seluruh isi semesta di dunia ini.
So Urbanesse, semoga cerita saya ini mampu memberi inspirasi untuk semuanya bahwa hidup di dunia hanya sekali, berkehidupan positif sejatinya membawa kebaikan dalam hidup kita. Saya mengalaminya sendiri.