Urbanwomen – Seiring dengan berkembangnya zaman, perempuan mulai bisa memilih apa yang penting bagi hidupnya termasuk pasangan hidupnya sendiri. Meski begitu, terkait dengan pernikahan dan pasangan masih banyak perempuan yang seperti terjebak di zaman Siti Nurbaya yang mana harus menuruti apa yang diinginkan orang tua untuk urusan jodoh. Tidak sedikit perempuan di Indonesia yang dijodohkan oleh orangtuanya. Lebih sedihnya lagi, kalau tak mau dijodohkan orangtua akan lepas tangan. Orangtua tak mau lagi bertanggungjawab dengan masa depan anak.
Tidak selamanya perjodohan itu hal buruk dan perlu ditentang. Tapi apakah perempuan tidak bisa memiliki kesempatan untuk menentukan pasangan dan jalan hidupnya sendiri?
Tentu bisa, semenjak adanya emansipasi perempuan oleh RA Kartini hingga saat ini, banyak hal yang telah berubah menuju arah yang lebih baik mengenai kesempatan perempuan untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Tapi prakteknya memang tidak mudah, masih banyak hal yang menjadi tantangan untuk perempuan dalam menentukan pilihannya sendiri. Seperti mitos, norma dan stereotip di masyarakat.
Mitos tentang perawan tua masih menjadi paradigma masyarakat terhadap perempuan yang belum juga menikah saat usianya sudah dianggap matang, hal ini membuat para perempuan merasa tidak nyaman dan akan mendapat pandangan buruk jika tidak menurut perintah orang tua untuk segera menikah. Selain itu ada kepercayaan juga jika dari pihak perempuan menolak lamaran atau tawaran perjodohan, maka menurut mitos perempuan akan menjadi perawan tua. Sehingga perempuan tidak punya pilihan lain, selain mengikuti apapun yang diperintahkan orang tuanya. Rasa takut terhadap pembicaraan tetangga, dan umurnya yang sudah mencapai puluhan tahun menjadikan perempuan pasrah pada kemauan orang tua, termasuk dalam hal perjodohan dan pernikahan. Masyarakat juga menganggap bahwa peran perempuan dalam rumah tangga hanya sebagai peran pembantu bagi kaum laki-laki. Baik dalam hal mengambil keputusan, pendidikan, pekerjaan, dan hal-hal yang lain dalam rumah tangga.
Pendidikan tinggi dianggap tidak terlalu penting. Di era digital yang sudah serba maju ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan sebagai istri sekaligus anak yang harus patuh kepada suami dan orang tua. Sehingga pendidikan tinggi dianggap hal yang tidak diperlukan. Bahkan ada yang putus sekolah dengan alasan calon suaminya memiliki pendidikan yang lebih rendah. Masyarakat yang masih memegang teguh konsep patriarki beranggapan bahwa laki-laki tidak boleh berada di bawah perempuan, sehingga alasan-alasan agar pihak perempuan tidak melanjutkan sekolah pun banyak dilakukan oleh pihak laki-laki.
Konsep berpikir seperti itu tak hanya menyoroti pendidikan, tapi juga pekerjaan dari seorang perempuan. Tak hanya norma sosial, hukum di dunia pun masih banyak yang tidak berpihak pada perempuan. Berdasarkan data world bank, women, business and the law tahun 2018 terdapat 104 negara di dunia memiliki undang-undang yang mencegah perempuan untuk bekerja di pekerjaan tertentu.
Baca Juga: Dari Diajak Bobo Sampai Dibohongi, Akhirnya Aku Menemukan Jodoh di Aplikasi Kencan
“Terus dengan semua hal itu, apa bisa wanita memilih pasangan bahkan jalan hidupnya sendiri?”
Bisa sist, banyak kok wanita-wanita yang memilih pasangan untuk teman hidupnya sendiri. Salah satunya Park Shin-hye aktris dari korea selatan yang baru menikah tahun 2022 ini dengan kekasihnya di usia 32 tahun. Mungkin kamu berpikir di korea wanita menikah usia tersebut hal wajar, jadi minsis kasih contoh satu lagi yaitu Nadine Chandrawinata aktris dan juga Puteri Indonesia tahun 2005 yang mewakili Indonesia di ajang Miss Universe 2006 di Los Angeles, Amerika Serikat dan meraih juara kedua untuk Budaya Nasional Terbaik dan Putri Persahabatan. Ia menikah pada usia 34 tahun dengan pasangan pilihannya sendiri.