Urbanwomen – Saya dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan ideal. Hubungan satu sama lain sangat dekat dan hangat. Saya beruntung mempunyai orangtua yang bisa mencari uang cukup namun juga tidak menomorsatukan harta dan kehormatan. Masa kecil saya hampir sempurna.
Ayah saya selalu mengajarkan bahwa perempuan harus pintar dan mandiri. Saya dan adik-adik disekolahkan di luar negeri. Sempat berteman dengan beberapa laki-laki tapi saya selalu ingat wejangan ayah saya untuk mengutamakan sekolah sekaligus menjaga adik di Australia. Sekembali ke Indonesia saya diterima bekerja di perusahaan kecantikan International. Saya senang sekali. Selain membanggakan keluarga, hasil edukasi saya di Australia juga tidak sia- sia. Belum lagi bekerja di perusahaan ini termasuk “keren” untuk perempuan seumuran saya.
Suatu hari saat saya sedang keluar makan siang bersama teman-teman sekerja ada seorang laki-laki memperkenalkan diri. Namanya Nando. Dia berbeda sekali dengan para laki-laki yang selama itu saya kenal. Sudah punya usaha sendiri, keren, dan sangat berani. Pokoknya “cowok banget”. Pertemuan itu berkesan sekali bagi saya. Singkat kata kami kemudian berpacaran. Dia menjadi pacar pertama saya. Dia bisa memikat dan mengambil hati saya. Mapan, pekerja keras, dan cinta sekali pada saya. Sering ketika saya lembur dia mengirim fax cinta. Romantis. Kalau saya sedang berperjalanan ke luar kota dia pasti mengirimi bunga, kalau saya ke luar negeri pasti dia akan menjemput dengan kado-kado tanda kerinduannya. Teman-teman kerja saya heboh dan riuh setiap kali saya pulang dari perjalanan karena mereka juga menantikan kejutan apa lagi yang dilakukan dan dikirimkan oleh Nando.
Dalam beberapa tahun saya pun dilamar. Ketika itu umur saya sekitar 25 tahun. Waktu yang sangat tepat ya untuk menikah? Semua teman saya turut berbahagia, bahkan iri dengan jalan hidup saya yang seperti dongeng. Tapi bapak saya sebenarnya agak berkeberatan saya hendak menikah secepat itu. Menurutnya jalan hidup saya masih panjang. Apalagi Nando bertemperamen panas dan sering tindak terkontrol. Dia bisa diam-diam mengempeskan ban mobil saya supaya saya tidak bisa ke mana-mana hanya karena cemburu pada salah satu teman lama saya. Pernah pula dia pernah meninju habis-habisan seorang laki-laki di sebuah kafe hanya karena dia temen lama saya dan terlihat menarik. Tapi Nando selalu berkata dia terlalu cinta dan saya percaya. Mana ada sih laki-laki yang sempurna?
Sebenarnya saya setuju pada kekhawatiran bapak saya. Tapi di sisi lain hati saya sudah tercuri. Saya tidak berdaya. Bayangan ideal yang selalu didengung-dengungkan teman-teman membuat saya berkata Ya. Terlebih Nando sangat mencintai saya. Pesta pun berjalan sempurna, setelah bapak saya akhirnya menyetujui karena tidak tega memupuskan harapan saya. Berjalan 3 bulan pernikahan ritme hubungan kami mulai berubah, Nando mulai sering pulang larut malam dengan alasan kerja. Pada bulan ke 4 saya hamil, seharusnya menjadi berita bahagia. Tapi Nando tetap sering pulang larut malam, acuh tak acuh, dan kami tidak lagi berhubungan badan dengan alasan menjaga keselamatan si bayi. Saya mulai sering menangis karena merasa menjalanakan kehamilan seorang diri. Pada bulan ke-6 kehamilan saya menemukan chat di HP Nando. Dia berselingkuh. Tapi dia mengakuinya dan berjanji untuk berubah.
Dalam perjalanan 8 tahun pernikahan ternyata perselingkuhan itu cuma awal. Nando tetap berselingkuh, bahkan berganti-ganti pacar. Semuanya cantik dan beruang. Karena anti perceraian saya selalu berusaha menjadi lebih baik dan mencari solusi. Ada perselingkuhan yang saya tahu dan ada yang tidak. Sampai akhirnya saya menemukan flashdisk berisi foto-foto. Jumlahnya ratusan, perempuan dalam keadaan setengah telanjang, bersama Nando.
Saya sudah melakukan semua yang bisa saya lakukan untuk membuat dia betah di rumah. Tidak pernah minta uang belanja, semua saya bayar dari gaji sendiri, termasuk untuk anak-anak. Jadi setelah memenangkan diri saya tanyakan mengenai foto-foto itu baik-baik. Nando menjawab sekenanya. Saya menjadi histeris. Dan itulah awal KDRT yang saya alami, dengan tingkat kekerasan yang bereskalasi sampai keguguran anak ke-3 dan kekerasan lain saat saya hamil anak ke-4.
Kadang saya merasa lebih baik mati saja. Saya juga tidak mau keluarga saya sampai sedih kalau mereka tahu ini semua. Sampai suatu saat seorang teman dekat di kantor memberi masukan tentang KDRT yang bisa mengancam jiwa. Kalau saya sampai tiada siapa yang akan merawat anak-anak? Mereka mutiara hati saya. Saya pun mulai membongkar cerita di balik pernikahan yang “ideal” di mata keluarga. Mulanya mereka shock, tapi kemudian setuju bahwa pilihan saya untuk bercerai adalah tepat. Saya mengurus perceraian secara sembunyi-sembunyi, tidak lagi tinggal bersama Nando.
Sekarang saya sudah menjanda selama 8 tahun. Sama seperti lamanya saya menikah, 8 tahun. Selama itu juga waktu yang saya perlukan untuk memulihkan diri dari kekecewaan dan trauma. Hak asuh anak-anak ada di tangan saya. Karier saya sudah jauh lebih baik. Dan baru tahun ini saya siap kembali membuka hati untuk laki-laki lain.
Baca Juga: Pernikahan yang Membuat Hidup Saya Tertunda
Pelajaran yang saya dapatkan? Jangan hanya karena cinta dan pujian kita mau-mau saja menikah. Cinta saja tidak akan cukup untuk menutupi permasalahan dalam pernikahan. Dari semua orang yang memuji-muji pernikahan saya tidak satu pun yang membantu. Beberapa dari mereka malah bergosip tentang kehidupan saya. Untuk menikah kita harus benar-benar mengenal pasangan kita, dan mengambil keputusan dengan jernih dan menimbang semua aspek. Jangan pernah menutup sebelah mata akan tanda-tanda janggal selama berpacaran. Jangan banyak menutup mata hanya karena cinta dan ingin memiliki. (*)