Demi Terlihat Kurus, Aku Rela Mengorbankan Kesehatan Sendiri

Kisah Utama

UrbanWomen – Aku Yuri, 26 tahun, karyawan swasta, di Jawa. Di usia 15 tahun, aku memiliki berat badan 63 kg dengan tinggi badan kurang lebih 162. Sebetulnya aku tidak masalah dengan berat badanku, tapi aku sering dibandingkan dengan saudaraku lainnya yang memiliki tubuh langsing dan tinggi. Semula aku memang tidak begitu peduli, sampai berat badanku terus-menerus bertambah. Karena merasa sudah tidak percaya diri jika bertemu dengan orang, aku melakukan berbagai cara untuk menurunkan berat badan, tapi hasilnya nihil.

Mungkin, karena aku masih mudah sekali tergoda dengan makanan yang ada di depan mata. Sulit untuk mengendalikan apa yang aku konsumsi setiap hari. Sampai aku berada di tahap merasa bersalah tiap kali selesai makan berlebihan. Beberapa kali aku memaksakan diri untuk minum obat pencahar. Perilaku diriku menjadi tidak wajar. Tiap kali selesai makan, aku akan pergi ke kamar mandi untuk memuntahkan kembali apa yang sudah aku makan, dengan memasukan dua jari ke dalam mulut berulang kali sampai perut terasa ringan. 

Kurang lebih selama 2-3 bulan hal ini terjadi. Beberapa kali, aku makan dengan porsi normal lalu memuntahkannya. Kondisiku saat itu semakin bertambah buruk. Tiap hari, nafsu makan semakin berkurang. Berusaha makan dalam porsi kecil, lalu berusaha keras untuk memuntahkannya kembali. Aku pernah di fase tidak memiliki keinginan makan sama sekali. Kadang hanya melihat makanan saja aku merasa mual.  Aku merasa jijik dengan diri sendiri. Aku terus menyalahkan diri sendiri karena ini.

Rasanya begitu menyiksa, karena aku kesulitan membuang pikiran buruk tentang makanan. Aku tetap berusaha untuk tidak memuntahkan makanan, tapi setelah makan aku merasa bersalah dan memuntahkannya kembali. Berat badanku turun drastis hanya dalam waktu kurang lebih seminggu. Awalnya, orangtuaku hanya mengetahui bahwa aku sedang diet. Tapi mereka semakin curiga dengan tingkah laku diriku yang sering pergi ke kamar mandi usai makan.

Karena merasa tidak sanggup menghadapinya sendirian, akhirnya aku mengatakan apa yang aku alami pada orangtua. Mereka merasa tak tega padaku dan berusaha mencarikan pengobatan. Namun, untuk berhenti dari hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Alhasil, aku berobat ke dokter ditemani oleh kedua orangtuaku. Ketika itu, dokter bekerja sama dengan psikiater dan ahli gizi yang dikombinasikan dengan terapi. Yang aku lakukan saat itu adalah terapi interpersonal.

Terapi ini membantuku mendeteksi masalah dalam yang berhubungan dengan orang lain. Lalu, ada juga terapi perilaku kognitif yang membantu untuk mengenali pemicu hal ini dan menggantikannya dengan pemikiran yang positif dan sehat. Aku juga belajar untuk terapi nutrisi untuk mengenalkan kebiasaan makanan yang baik. 

Baca Juga: Investasi Masa Depan Terbaik: Mencintai Tubuh dengan Menjaga Kesehatan

Sampai sekarang, aku memang belum bisa terlepas dari kebiasaan ini sepenuhnya, tapi dengan berkonsultasi dengan ahli gizi juga membantuku memiliki kebiasaan makanan sehat. Aku dibantu untuk menghindari rasa lapar dan ngidam, makan secara teratur. Tentunya ini semua tidak terlepas dari dukungan orangtua dan teman-teman terdekat.

Melakukan suatu hal yang membahayakan tubuh hanya demi mendapatkan tubuh kurus atau menurunkan berat badan bukanlah cara yang tepat dilakukan. Jangan sampai hanya ingin terlihat cantik di mata orang lain, kamu rela mengorbankan kesehatan sendiri.

Sumber: Yuri, 26 tahun, nama disamarkan, di Jawa

Baca Juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu