Enaknya Hidup Sederhana

Enaknya Hidup Sederhana

Kewanitaan

Urbanwomen – Saya lahir dari keluarga berkecukupan, dan rata-rata saudara saya berpendidikan tinggi.  Keuangan tidak pernah jadi masalah. Berapapun yang diberi atau dihasilkan bisa saja  dihabiskan  karena toh orangtua pasti membantu. Tidak heran kalau sejak kecil saya mengikuti gaya hidup yang bisa dibilang tinggi. Saya selalu trendi. 

Namun gaya hidup mewah itu juga banyak sangkutan lainnya. Teman-teman yang tidak kalah borosnya, serta kompetisi untuk selalu berpenampilan terbaik. Di atas langit masih ada langit, semakin di atas bukannya makin tenang malah semakin banyak lagi yang harus dibeli. Selalu merasa kurang dan selalu mau lebih. Semasa kuliah uang saya benar-benar tidak bersisa setiap bulannya, padahal saya bahkan sampai harus bekerja untuk mengongkosi gaya hidup yang melebihi uang dari orangtua. Saya jadi sibuk. Sibuk berpenampilan terbaik, sibuk mengamati kompetitor,  sibuk mencari pacar yang patut dipamerkan. Banyak waktu, tenaga, dan uang tersita, hanya demi pamor. 

Beberapa tahun setelah lulus kuliah dan bekerja saya tidak sengaja ikut kegiatan amal untuk  membangun rumah bagi orang-orang yang sangat miskin. Kebetulan di tempat saya beribadah ada program itu, saya iseng mendaftar daripada menganggur. Pada hari-H saya pergi ke daerah Babakan Madang dan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kehidupan keluarga yang hanya berpenghasilan 500 ribu sampai 1 juta perbulannya. Hati saya bukan miris lagi. Saya menangis, dan malu. Bagaimana tidak. Uang 500 ribu mungkin hanya saya pakai sekali keluar demi pamor, sedangkan keluarga-keluarga ini banting tulang setengah mati hanya supaya bisa merajut hidup dari hari ke hari. 

Saya lantas berpikir kenapa saya selalu merasa kekurangan. Baru saya sadar, saya hanya mengejar pujian orang. Saya mau dianggap keren, mau dianggap OK, dianggap sebagai kalangan eksklusif. Uang saya habis, sekaligus tidak punya tabungan atau investasi.  Mulailah saya membiasakan untuk bertanya pada diri sendiri apa yang benar-benar saya perlukan dan saya sukai sebelum membeli sesuatu. Saya juga mengurangi urusan ke luar rumah yang sifatnya hanya mengejar pamor, seperti pesta atau sekadar hangout tidak jelas. Sampai suatu saat saya bisa punya tabungan, dari tabungan menjadi tempat tinggal, dan setelah punya tempat tinggal saya bisa beli asuransi, dan akhirnya berinvestasi.

Bagusnya lagi saya sekarang justru merasa sangat berkecukupan dan tenang. Tidak apa kurang dan ketinggalan zaman. Saya sadar, pergaulan yang salah memang menimbulkan kebiasaan yang buruk dan tidak berfaedah.

Hidup saya sekarang jauh lebih sederhana. Saya lebih sering minum kopi merek biasa dibanding kopi dari brand terkenal. Baju saya kebanyakan baju olahraga yang multifungsi, bisa buat tidur, bisa buat jalan. Baju pesta dan jalan-jalan bisa dihitung dengan jari. Tapi saya bahagia. Saya merasa hidup saya berlebih, sekaligus tenang karena tidak dikejar apa-apa dan masa depan pun sudah terencana baik.

Baca Juga: Pengelolaan Keuangan: Pentingnya Peran Orangtua

Hati-hati kalau hidup dipakai untuk mengejar pamor. Banyak habisnya dan tidak jadi apa-apa. Semoga “penyakit” saya itu tidak kambuh lagi. (*)

Baca Juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu