Hari-Hari yang Dilalui Penderita Bipolar, Aku Selalu Merasa Takut

Hari-Hari yang Dilalui Penderita Bipolar, Aku Selalu Merasa Takut

Kisah Utama

Urbanwomen – Di usiaku yang terbilang muda saat ini, 20 tahun, banyak sekali pengalaman yang didapatkan untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa. Kegiatanku saat ini hanya bekerja, belum berkeluarga. Orangtuaku memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan di masa kecilnya. Ya, masa lalu mereka belum selesai. Sejak kecil, aku dilarang oleh kedua orangtua untuk menunjukan ekspresi yang aku rasakan. Aku tidak tahu cara mengekspresikan perasaan dengan tepat, entah itu ketika marah, sedih, senang, kecewa, dan lain sebagainya. Dulu, ketika kecil jika aku terlihat sangat senang sampai tertawa terbahak-bahak orangtua langsung menegurku dengan alasan tidak baik jika berlebihan, sewajarnya saja. Ini semua juga karena adat dan budaya, di mana mereka tidak boleh terlalu menunjukan apa yang dirasakan dan harus sewajarnya saja. 

Sejak saat itu, apapun yang sedang aku rasakan jika sedang di rumah selalu aku tahan. Entah itu aku sedang merasa sedih, senang, kecewa, semuanya sama saja bagiku. Parahnya, sampai aku tidak tahu bagaimana cara mengekspresikannya. Seperti ketika kakek meninggal, aku sangat dekat dengannya. Seharusnya aku menangis, menunjukan rasa sedih kehilangan tapi justru aku tertawa ketika keluargaku tidak melihatku. Ya, memang agak menyeramkan. Aku merasa ada yang salah pada diriku ini. Dulu, sewaktu sekolah teman-temanku banyak yang bilang kalau setiap hari aku berubah. Bahkan, pernah ada hari di mana tiba-tiba aku merasa sangat sedih dan pendiam.

Teman-temanku merasa aneh terhadap diriku. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke psikolog. Beberapa kali aku pergi untuk berkonsultasi sampai akhirnya didiagnosa mengalami bipolar. Benar saja, penyebab utama berasal dari keluarga yang melarangku untuk berekspresi sehingga aku tidak tahu bagaimana cara untuk menunjukan perasaanku. 

Beberapa pengobatan sudah jalankan usai berkonsultasi ke psikolog. Sempat dijelaskan, bahwa penting pula melatih emosi agar seimbang. Pertama, aku diajak untuk banyak bercerita terlebih dahulu. Ketika konsultasi memang sulit sekali untuk menceritakan apa yang aku rasa. Perlahan, aku lebih bisa terbuka pada mereka. Ya, ini juga karena kebiasaanku yang tidak pernah bercerita tentang hal ini kepada siapapun termasuk orangtua. Aku juga melakukan meditasi yang berfokus pada perhatian dan kesadaran diri secara penuh. Praktik ini melatih pikiranku agar lebih fokus pada keadaan yang sedang dirasakan dan lebih bisa menerima secara terbuka. Terakhir, psikolog menyuruhku untuk mengubah gaya hidup. Jika biasanya aku lebih suka menyendiri di rumah  dan tidak suka di tempat keramaian, mereka menyuruhku untuk mencoba bersosialisasi. Tapi, cara ini kurang efektif dan sulit sekali bagiku. Mentalku masih belum stabil.

Semua proses tersebut sudah aku lakukan, tapi aku merasa belum maksimal. Sampai suatu saat, ketika sedang melihat video aku menemukan suatu konsep yang bernama manifestation di mana dengan kita memikirkan apa yang terjadi, maka keinginan kita akan terwujud. Kuncinya dari pikiran. Cara sederhana ini aku terapkan sampai saat ini, dan benar saja aku menjadi pribadi yang lebih positif. Cara yang aku lakukan, tiap ingin menghadapi hari esok sebelumnya aku meyakinkan ke diri sendiri “aku pasti bisa melewati hari esok, tidak akan ada hal buruk terjadi padaku.” Benar saja, hal ini sangat membantuku. Aku jadi sadar, jika selama ini aku terlalu berpikiran negatif tentang suatu hal yang belum pasti terjadi, selalu merasa takut. Dulu, untuk menghadapi hari esok saja sudah takut sekali rasanya. Siapa sangka, metode sederhana ini mulai mengubahku menjadi pribadi yang lebih berpikiran positif. Semakin hari semakin baik, aku semakin mengenal diriku. Aku mulai mendapatkan keseimbangan secara emosional. Tidak lagi menyalahkan diri sendiri, melainkan mengingatkan pada diri sendiri bahwa kesedihan adalah bagian yang normal menjadi manusia.

Ketika tiba-tiba suasana hatiku tidak baik, aku melakukan kegiatan positif yang bisa mengembalikan energi positifku. Seperti membaca manga, menulis fan fiction. Diriku yang dulunya hampir beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri, kini sudah tak pernah lagi. Aku belajar untuk sering bersosialisasi dan lebih terbuka dengan sahabatku. Sahabat, dan teman terdekatku adalah orang-orang yang selalu mendukungku.

Baca Juga : 5 Manfaat Kesederhanaan yang Bikin Hidup Lebih Damai dan Seimbang

Dari kisahku ini, aku menjadi lebih paham, tidak baik membanding bandingkan masalah diri kita sendiri dengan orang lain. Setiap orang memiliki masalahnya masing-masing. Dan tidak baik untuk menahan perasaan yang sedang dirasakan. Jadi, jika kamu sedang ingin menangis, menangislah agar kamu lebih mengenal dirimu.

Sumber: Tunamayosukuna, nama disamarkan, di Jakarta

Baca Juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu