kisah-nyata-inspiratif

Jenuh dengan Kehidupan Pernikahan, Hubungan Kami Terkena Dampaknya

Kisah Utama

UrbanWomen – Namaku Ira, 32 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Usia pernikahanku kini memasuki ke-8 tahun. Sebelum menikah aku sudah bekerja. Aku senang memiliki penghasilan sendiri, karena bisa membeli apapun. Dari hasil kerja, aku bisa membeli motor dan barang yang aku inginkan. Aku juga suka traveling bersama teman-temanku. Setidaknya sebulan sekali, aku menghabiskan waktu untuk bepergian bersama. Ini sangat berguna untukku menghilangkan rasa jenuh. 

Saat sedang asik bekerja, pacarku mengajak menikah. Sebetulnya, aku tidak ingin terburu-buru menikah walaupun kami sudah berpacaran selama 2 tahun. Terlebih, saat itu aku sedang menikmati karirku. Tapi aku sadar bahwa aku juga harus berkeluarga. Sebetulnya, sudah dari lama pacarku mengajak menikah. Namun, aku terus menolak dengan alasan ingin mengejar karir terlebih dahulu. Untuk kedua kalinya, dia mengajak aku menikah. Tentu tidak mungkin jika aku menolaknya lagi.

Alhasil, aku menerima ajakan dia untuk menikah. Dia ingin aku menjadi ibu rumah tangga saja. Semula, aku tak masalah dengan keinginannya tersebut. Aku berhenti bekerja dan mencoba untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Jenuh sekali rasanya karena seharian hanya di rumah. Apalagi, dulu aku suka sekali jalan-jaln tapi setelah menikah, semuanya jadi berubah. Ini memberi pengaruh terhadap rumah tanggaku. Aku yang merasa bosan, sedangkan suami sibuk sekali bekerja sehingga jarang menemaniku, membuat kami menjadi sering bertengkar. Mungkin, jika memiliki anak aku tidak kesepian di rumah, tapi sayangnya hingga kini aku belum memiliki anak.

Kami sering bertengkar, karena saling menuntut satu sama lain. Saling berargumen siapa yang paling lelah. Dia juga sempat bilang bahwa menjadi ibu rumah tangga tidak seberat mencari nafkah. Kami bertengkar hebat dan hubungan sempat renggang. Aku merasa, menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya justru membuat aku stress. Hubungan kami juga terasa membosankan.

Setelah hubungan kami membaik, aku meminta izin kepadanya untuk bekerja kembali. Aku mengungkapkan semua yang dirasakan, bahwa aku merasa jenuh jika tidak bekerja. Setelah berargumen cukup lama, akhirnya dia memberi izin supaya aku bekerja kembali. Meski bekerja, tetap saja aku tidak melupakan tugas dan tanggung jawabku sebagai seorang istri. Benar saja, setelah bekerja dan sibuk masing-masing, hubungan kami justru membaik.

Setelah seharian sibuk bekerja, kami menjadi rindu kembali. Banyak hal yang diceritakan setelah pulang kerja karena seharian tidak bertemu. Di hari libur, kami lebih sering menghabiskan waktu berdua seperti ketika pacaran. Entah itu menonton film bersama di rumah, dan mengenang momen yang telah dilalui bersama. 

Baca Juga: Menikah Beda Suku, Banyak Hal yang Dipelajari untuk Mencegah Konflik

Memiliki kesibukan masing-masing justru membuat hubungan kami hidup kembali. Rasa bosan juga mulai berkurang. Kami sadar, bahwa terkadang kita memang butuh waktu sendiri supaya saling sadar betapa berharganya kehadiran pasangan. Sambil menunggu kehadiran anak, aku menyibukan diri dengan berbagai kegiatan yang membuatku bahagia dan tidak jenuh. Sesekali aku juga pergi bersama teman-temanku untuk saling berbagi cerita. Suamiku juga selalu mendukung hal positif apapun yang aku lakukan. 

Belajar untuk bersabar dan percaya dengan usaha yang sama-sama dikeluarkan oleh pasangan untuk hidupkan kembali hubungan, karena melewati fase jenuh tidak dapat terwujud secepat kilat. Jangan sampai kamu mencari pelarian untuk menghilangkan rasa jenuh sesaat hingga akhirnya kamu menyesal.

Sumber: Ira, 32 tahun, nama disamarkan, di Jakarta

Baca Juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu