UrbanWomen – Aku Fatma, 28 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Rasanya senang sekali ketika aku berhasil mendapat pekerjaan pertamaku. Aku punya penghasilan sendiri dan berharap bisa menabung dari hasil kerja kerasku. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Saat itu aku memiliki lingkungan kerja, di mana banyak orang yang mengikuti trend fashion terbaru. Mereka berlomba-lomba tampil cantik dan kekinian. Bahkan, mereka lebih banyak menghabiskan uang untuk membeli baju saja.
Berbeda denganku yang memakai baju seadanya. Semula aku tak masalah dengan apa yang aku kenakan. Tapi semakin lama, aku merasa tertinggal dengan yang lain. Dari sinilah aku mulai kesulitan mengatur keuangan karena kebiasaanku yang buruk. Aku jadi suka belanja sampai tidak memiliki tabungan sama sekali.
Sebagian besar gaji lebih banyak aku habiskan untuk membeli barang yang sebetulnya tidak diperlukan. Tak hanya itu, aku juga sering membeli makanan yang sedang viral di media sosial. Padahal, penghasilanku tidak begitu besar waktu itu. Aku tidak pernah mencoba untuk berhemat, padahal aku perlu membayar tempat tinggal dan mengirim uang ke orang tuaku di kampung.
Kebiasaan buruk yang aku miliki adalah mudah tergiur dengan promo. Padahal, barang itu sering kali tidak aku butuhkan. Aku pikir itu adalah pengeluaran kecil, karena aku sudah mendapat banyak potongan harga ketika belanja. Karena kebiasaan menyepelekan pengeluaran kecil seperti ini aku biarkan, keuanganku semakin berantakan.
Setiap hari, aku hanya memikirkan makanan enak apa yang mau aku makan. Tidak mencoba berhemat seperti masak sendiri. Keuanganku berantakan juga karena self-reward secara berlebihan. Setiap aku sudah bekerja keras, aku terbiasa memberi hadiah untuk diri sendiri seperti makan favorit atau membeli barang idaman. Memang, self-reward itu penting untuk menjaga kesehatan mental, tapi jika dilakukan secara terus-menerus ternyata bisa membuat keuanganku jadi berantakan.
Hingga suatu ketika aku mulai sadar saat aku mulai tidak memiliki penghasilan sama sekali. Aku mulai sering berhutang. Dari sini aku merasa bahwa ini kebiasaan yang buruk. Perlahan, aku mulai berubah. Tidak lagi mengikuti orang lain, tapi disesuaikan dengan kebutuhan diri sendiri. Seperti ketika aku mulai bisa membeli barang-barang yang ada di daftar barang yang memang aku mau, tunggu sampai 24 jam atau lebih dari 3 hari sebelum aku putuskan untuk membelinya. Ini untuk mengetahui apakah aku membelinya hanya karena keinginan sesaat atau memang kebutuhan.
Lalu, hal berikutnya yang aku lakukan untuk menghentikan kebiasaan buruk tersebut dengan menyisihkan gaji minimal 10-20% dari total pemasukan untuk ditabung. Aku menyesuaikannya dengan besar kecilnya kebutuhan.
Self-reward juga tidak terlalu sering seperti dulu. Aku juga mulai membuat metode budgeting yang biasanya aku membagi pengeluaran ke dalam tiga pos berbeda, yaitu 50% untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan 20% dari tabungan. Butuh waktu kurang lebih selama 2 sampai 3 tahun untuk menghentikan kebiasaan buruk dalam menggunakan uang. Banyak teman yang mulai menjauhiku juga setelah tau aku tidak lagi mengikuti gaya hidup mereka. Awalnya terasa berat, karena seperti tidak memiliki teman. Tapi semakin lama, aku semakin terbiasa dengan ini.
Baca Juga: Kamu Sering Terjebak Hubungan Toxic? Jangan-Jangan Punya Attachment Issue
Kini, aku merasa sudah benar-benar bisa menghentikan kebiasaan buruk dalam mengelola keuangan.
Penting sekali untuk menyadari apa saja kebiasaan buruk yang bisa mengganggu keuanganmu. Perlahan, berhentilah melakukannya untuk keuangan yang lebih sehat. Jangan mengabaikan hal kecil, yang bisa mengganggu keuanganmu.
Sumber: Fatma, 28 tahun, nama disamarkan, di Jakarta