pacaran uji coba

Kenapa Saya Tidak Mau Pacaran Uji Coba

Kewanitaan

Saya Katrina, sulung dari 3 bersaudara, kedua adik saya laki-laki. Sekarang saya ibu rumah tangga dengan 1 anak, sekaligus membantu usaha suami. Saya beruntung mempunyai suami yang selain menyayanyi saya juga bertanggungjawab,  berpenghasilan lebih dari cukup, dan merupakan role model yang baik bagi saya dan anak-anak.  Saya memcintainya, dan menghormatinya.

Bukan berasal dari keluarga berada, sejak lulus kuliah saya menjadi tulang punggung keluarga. Saya juga harus menjadi contoh yang baik bagi adik-adik saya. Saya harus bisa hidup stabil dan fokus agar  bisa meniti karir. salah seorang adik saya ingin jadi dokter. Tentu biayanya tidak sedikit. Saya bekerja di perusahaan sekuriti, dengan berbagai macam tanggungjawab, operasional merangkap pemasaran. Pokoknya kalau ada masalah bos tahunya saya yang selesaikan. Capek juga, karena sebenarnya job desc saya hanya operasional, cuma karena gajinya cukup baik dan saya perlu jadi tidak apa-apalah. Apalagi saya masih lajang.

Seperti perempuan lain, saya juga ingin punya pacar dan menikah. Tidak mau tidur dengan laki-laki yang saya suka, saya sering diselingkuhi atau akhirnya ditinggal. Saya sering sedih sekali dan berharap si dia mau kembali. Maklum, namanya juga suka. Tapi menurut saya tidak usah tidur bareng pacar saja kalau putus atau bermasalah saya sudah sedih sekali, bagaimana jadinya kalau saya kebablasan dan hubungan itu gagal. Bisa-bisa konsentrasi saya dalam bekerja terganggu, padahal keluarga bertumpu pada saya. Belum lagi adik-adik saya. Saya sering menasehati mereka untuk memperlakukan perempuan dengan hormat dan sopan.

Saya juga tidak bisa sering-sering hangout, agar tidak boros. Makin susah saya bertemu jodoh, pikir saya ketika itu.  Sudah kerja terus, setiap kali pendekatan selalu gagal karena selalu ada perempuan lain yang memberi servis lebih.

Sampai suatu ketika sesudah beribadah saya dikenalkan pada seseorang. Namanya Stefan, orang satu tim di program rumah ibadah kami.  Kami bertukar nomor telepon untuk pengaturan program lebih lanjut. Stefan sebenarnya menarik dan baik, tapi saya tidak berpikir macam-macam. Ternyata tiga hari kemudian dia mengajak saya jalan-jalan, lantas mengatakan dia mencari calon istri dan kalau saya tidak keberatan dia mau menjajaki kemungkinan itu dengan saya. Saya senang juga mendengarnya, tapi tetap kaget. Kok cepat sekali. Ternyata Stefan sudah mengamati saya jauh sebelum hari perkenalan dan sudah mencari info tentang diri saya melalui pemuka agama dan rekan-rekan seprogram. Dalam waktu 3 bulan dia mengajak saya menikah dan tepatnya dalam waktu kurang dari satu tahun kami pun menikah.

Sekarang adik-adik saya sudah bekerja dan satu sudah menjadi dokter dan bisa ikut membiayai orangtua. Saya sendiri tidak perlu lagi bekerja mati-matian. Semua ini bisa terjadi karena saya tidak mengalah terhadap tren pergaulan bebas dan emosi sesaat. Saya tetap menjaga kehormatan serta kestabilan emosi saya, dan akhirnya…. saya mendapat yang terbaik dalam waktu yang singkat pula. Jadi saya belajar, melakukan hal-hal yang benar, termasuk menghormati dan menghargai diri sendiri. Walau terkadang terasa jalannya panjang tapi pada akhirnya membawa kebaikan dan tidak ada air mata yang menetes percuma. 

Baca Juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu