Umurku 31 tahun, selama 9 tahun terakhir single. Ada atau tidak pasangan tak masalah bagiku. Aku bertumbuh “sendiri” karena orangtuaku bercerai ketika aku berusia 4 tahun. Aku selalu punya banyak aktivitas. Sekarang aku bekerja, merencanakan kegiatan sosial, dan lain sebagainya. Sebagai manusia, rasa kesepian itu wajar. Namun aku tidak mengikatkan makna kesepian itu dengan ada atau tidaknya pasangan. Aku menikmati kesendirian saat ini karena tidak ingin merasa tergantung pada seseorang.
Contoh, aku sendirian periksa ke dokter saat sakit. Hidupku sangat nyaman karena tak perlu menggantungkan keputusan pada siapapun. Aku belajar dari orangtua yang bercerai, pernikahan itu harus dipikirkan matang-matang, tak bisa hanya didasari suka sama suka saja. Kita juga harus bertumbuh bersama dan memantaskan diri. Itu semua tak mudah, perlu pertimbangan matang. Selain itu aku juga sangat protektif terhadap personal space, bahkan terhadap orangtua. Menikah berarti mengizinkan seseorang menginvasi ruang yang kupunya, selama beberapa jam setiap hari.
Sekarang bukannya tak ada yang mendekatiku. Beberapa kali ada laki-laki mencoba mendekati, namun aku selalu bertanya tentang pandangannya terhadap perempuan yang mandiri. Kurasa belum ada yang benar-benar cocok untukku.
Perlu digarisbawahi, aku siap dan bersedia berkompromi dengan pasanganku kelak, tapi tentu saja untuk seseorang yang tepat. Untuk saat ini, aku sangat menikmati semua kegiatanku. Soal pendamping hidup, aku percaya bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang indah butuh waktu yang tidak sebentar. Tak perlu terburu-buru, aku akan tetap fokus menjalankan apa yang kupunya saat ini sambil menunggu seseorang yang tepat untukku sambil memperbaiki diri. (*)
Sumber: Syaheera