Hai! Nama saya Laras. Saya tinggal di pinggiran kota Jakarta. Dulunya saya bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan konveksi. Gaji bulanan dengan standar UMR plus uang makan dan transpor tidak cukup buat saya yang ketika itu masih lajang. Sambil tetap bekerja saya ingin punya kios jahit sendiri. Tapi untuk sewa kios dan beli peralatan jahit ternyata tidak murah. Apalagi harga sewa kios waktu itu sudah mahal sekali.
Saya tidak mudah menyerah. Saya selalu berupaya menabung sedikit demi sedikit sampai akhirnya tercapailah keinginan buka usaha jahit sendiri setelah hampir empat tahun bekerja dan menjelang berakhir kontrak kerja saya. Syukur, saya masih punya orangtua yang mau membantu sedikit dari sisi finansial.
Mulai saat itu saya memantapkan hati untuk melakukan bisnis sendiri. Setelah menikah, suami saya mendukung sepenuhnya keinginan saya. Bahkan sekarang setelah punya dua anak saya masih bisa mengelola usaha jahit saya dan punya tiga orang pekerja.
Tapi perjalanan bisnis tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Semenjak awal bulan Maret tahun ini bisa dibilang usaha jahit saya memasuki masa yang sangat kritis. PSBB yang diterapkan Pemerintah untuk mencegah wabah Corona menuntut usaha jahit kecil milik saya ini harus ditutup sementara. Berat rasanya, karena pemasukan dari usaha ini sangat membantu anggaran rumah tangga saya. Apalagi saya dan suami masih haru membayar kredit rumah dan mobil. Tentu suami yang masih bekerja akan sangat kerepotan jika saya tidak ada pemasukan sama sekali. Saya pun menghabiskan hari-hari menemani anak-anak di rumah. Kenyataannya cuma di rumah saja juga tidak selalu menyenangkan. Harus pandai mengatasi bosan yang dialami anak-anak. Harus pintar merayu, kalau anak-anak ingin pergi ke suatu tempat.
Tapi, jika kita selalu berusaha sungguh-sungguh, saya percaya ada jalan untuk meretas kesulitan. Meski usaha jahit saya ditutup sampai wabah ini selesai saya masih bisa mempertahankan anggaran rumah tangga.
Selain mencoba ber hemat, saya pindahkan beberapa peralatan menjahit dari kios tempat usaha ke rumah. Selanjutnya saya menghubungi para pelanggan satu per satu melalui telepon dan menawarkan jasa. Siapa tahu ada yang mau bikin baju baru, jas, kemeja, dan lain-lain. Hasilnya lumayan, ada beberapa pelanggan mengorder. Saya sudah punya catatan ukuran-ukuran mereka. Saya cuma minta mereka menjelaskan desain yang diminta saja. Baju yang sudah selesai saya jahitkan saya kirim ke alamat pelanggan bia jasa ojol. Pembayaran dilakukan dengan cara transfer.
Sekarang hampir setiap hari saya sibuk menjahit pakaian di rumah sambil merawat anak-anak. Keadaan susah dan serba bingung saya hadapi bersama keluarga. Meskipun cukup berat tapi selalu ada cara yang baik jika mau berusaha.
Wabah penyakit ini memang sangat mengerikan. Tapi menurut saya wabah ini tidak boleh menjadi penghalang dan membuat saya kalah. Saya harus bisa mencari sejuta cara untuk membalik keadaan, biar tetap jadi pemenang!
Mungkin di luar sana banyak perempuan yang senasib, atau bahkan lebih buruk situasinya. Mudah-mudahan dengan saling berbagi kita bisa bersama-sama melewati badai krisis dan pandemi ini. Amin. (*)