toxic positivity

Memahami Toxic Positivity dan Dampaknya

Cinta & Relasi

UrbanWomen – 

Jessica Miranda, M.Psi., Psikolog

Psikolog PERHATI

Sister, pernahkah kamu mendengar tentang toxic positivity? 

Toxic positivity adalah ketika seseorang menuntut dirinya sendiri atau orang lain untuk berpikir dan bersikap positif serta menyangkal emosi negatif. Seseorang yang terjebak dalam toxic positivity akan terus berusaha menghindari emosi negatif, seperti sedih, marah, atau kecewa, dari suatu hal yang terjadi. (Sumber: Alodokter.com)

Contoh toxic positivity:

“Itu cuma perasaan kamu saja, cobalah berpikir positif”

“Jangan menyerah, ini belum seberapa dibandingkan dengan apa yang aku rasakan”

“Tetap semangat ya, dia aja bisa masa kamu nggak”

Nah setelah mengetahui definisi dan contoh toxic positivity, apakah kamu pernah mengalaminya sister? Simak ciri dan dampak dari toxic positivity berikut ini:

  • Lebih memilih untuk menghindari atau membiarkan daripada menghadapinya dan mencari solusi.
  • Merasa bersalah karena sedih, marah, atau kecewa.
  • Coba menyembunyikan perasaan atau emosi yang sebenarnya dirasakan, dan merasa “baik-baik saja”.
  • Meminimalisir perasaan orang lain karena membuat tidak nyaman.
  • Mempermalukan orang lain yang tidak memiliki pemikiran positif ketika menghadapi masalah.
  • Mencoba menjadi tabah atau “menyangkal” emosi negatif.

(Sumber: Verywellmind.com)

Lalu apa saja sih, dampak toxic positivity pada orang yang melakukannya? Jadi, Individu yang melakukan akan semakin sulit untuk berempati terhadap sesama. Apabila seseorang melakukan toxic positivity artinya ia enggan untuk mengenali masalah orang lain dan berempati kepadanya. Selain itu, individu yang melakukan akan mengalami kesulitan dalam memberikan pemecahan masalah yang tepat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa masalah yang ada tidak lebih dulu didengarkan dan dipahami

Sementara itu, toxic positivity akan berdampak terhadap kesehatan mental seseorang yang menerimanya, antara lain:

  1. Merasa tidak didengarkan dan dihargai
  2. Merasa diri terisolasi dan tidak memiliki siapapun yang mau memahami
  3. Toxic positivity juga dapat membuat seseorang mempertanyakan dirinya sendiri, sehingga orang tersebut cenderung menjadi mudah insecure.

(Sumber: https://www.emc.id/id)

Sebenarnya tidak ada karakteristik khusus pada orang-orang yang melakukan toxic positivity. Namun, dikutip dari www.emc.id/id, ada beberapa hal yang mungkin menjadi faktor pendukung seseorang melakukan toxic posisitivity. Misalnya, kurang mampu mengenali perasaannya sendiri dan kurang memiliki keterampilan berempati terhadap orang lain. Hal tersebut dapat terjadi karena berbagai hal, salah satunya adalah dari pengaruh pola asuh atau budaya.

Lalu, apa yang harus dilakukan untuk menghindari toxic positivity kepada diri sendiri dan orang lain?

1. Rasakan dan kelola emosi negatif

Merupakan hal yang alami dan normal untuk setiap kita merasakan setiap emosi. Perasaan hanya perlu disadari, dikenali, dan diberikan waktu serta ruang untuk dirasa. Beri waktu untuk dirimu merasa. Kamu juga boleh mengungkapkan perasaanmu. Bisa mengobrol dengan orang yang kita rasa aman atau bisa menuliskannya di buku harian.

2. Cobalah untuk memahami, bukan menghakimi

Banyak pemicu yang menjadi sebab kamu merasakan emosi. Coba untuk memahami perasaan tersebut dan temukan cara terbaik untuk meluapkannya, misalnya “kalau saya sedang merasa sedih, saya perlu melakukan inner-talk dan hal-hal yang membuat diri saya merasa disayang.”

Jika hal ini terjadi pada orang-orang di sekitarmu, biarkan mereka untuk bercerita dan meluapkan emosi yang sedang dirasakan. Dengarkan mereka, dan cobalah untuk berempati daripada menghakimi. Misalnya “hal ini memang menyebalkan, mungkin ada yang bisa aku bantu?” atau “aku ngerti pasti sulit banget untuk kamu memproses semua ini. Ada yang bisa aku lakuin gak buat kamu?”

Ternyata, belajar menerima tanpa menghakimi apa pun yang kita rasakan dan pikirkan membantu kita untuk merasa lebih rileks, lebih tenang. Perlahan, nafas kita terasa lebih lega.

Baca Juga: Pink Flag dalam Hubungan, Tanda Bahaya Ringan yang Gak Boleh Diabaikan

3. Hindari membanding-bandingkan masalah

Setiap orang memiliki tantangan dan permasalahannya masing-masing. Apa yang menurutmu mudah, belum tentu mudah untuk orang lain, dan sebaliknya.

Maka dari itu, akan lebih baik untuk kamu berusaha memahami apa yang terjadi dan tidak membandingkan masalah yang ada pada diri sendiri dengan orang lain.

4. Kurangi penggunaan media sosial

Apabila media sosial dirasa dapat memicu toxic positivity, maka lakukan “news break” atau detox sosial media. Kelola akun sosial mediamu, dan lakukan kegiatan yang dilakukan secara aktif untuk merawat kesehatan mental, fisik dan emosional.

(Sumber : Alodokter.com)

Baca Juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu