UrbanWomen – Aku Miranti, 25 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Sampai saat ini aku masih berusaha untuk menyembuhkan luka masa lalu. Dulu sekali, aku memiliki pacar yang seusia denganku. Saat itu kami sudah sama-sama bekerja. Dari awal dia bercerita bahwa dia menjadi tulang punggung keluarganya, karena ayahnya jatuh sakit. Dia mengatakan bahwa kehidupannya sangat memprihatinkan, sehingga dia harus berhemat setiap hari. Aku sebagai pacarnya, berusaha untuk tidak pernah menuntut apapun dan memaklumi keadaannya.
Setiap pergi keluar untuk makan atau jalan-jalan, akulah yang lebih sering mengeluarkan uang. Teman-temanku sebetulnya sudah memperingatkan dari awal tentang pacarku ini. Tapi, aku tidak menghiraukannya dan tetap berusaha meringankan keuangannya. Aku berusaha menjadi pahlawan untuknya, padahal ini tidak seharusnya aku lakukan.
Semakin lama mengenal, dia mengatakan ingin serius padaku. Aku merasa yakin padanya, karena dia memperlakukan aku begitu baik. Dia tidak pernah berkata kasar dan selalu memberi kabar tanpa diminta. Namun, entah kenapa semakin lama dia semakin berani meminjam uang padaku. Awalnya, dia hanya meminjam padaku ratusan ribu saja alasannya untuk membantu adiknya bayaran sekolah.
Jelas saja, aku kasihan padanya sehingga aku memberikan uang itu. Padahal, jika dipikir kembali itu bukan tanggung jawabku. Semakin lama, dia semakin berani meminta uang. Tiap kali aku kesal karena ini, dia membujukku dan bercerita tentang kehidupannya yang sedih. Aku luluh lagi dan meminjamkannya uang.
Suatu hari, dia bercerita padaku bahwa ibunya sakit dan membutuhkan banyak biaya sementara beberapa adiknya masih bersekolah. Gaji yang diperolehnya juga belum banyak, sehingga dia bingung mesti mencari penghasilan di mana lagi. Ini adalah cara dia agar aku memberikan uang lagi padanya, karena dia tau jika aku tidak tega melihat orang lain kesusahan.
Di hari itu, dia memohon padaku untuk meminjam uang sebesar 2 juta untuk ibunya. Aku tidak memiliki uang sebanyak itu, dan tidak bisa membantunya. Tapi, dia menawarkan aku untuk mengajukan pinjaman online untuk membantunya. Dia menyuruhku untuk menggunakan data-dataku saja. Bodohnya, aku mau dan membantunya meminjamkan uang melalui pinjol.
Dari sini mulai terlihat jika dia bukanlah orang yang bertanggung jawab. Bila sudah tiba waktunya membayar namun dia belum memiliki uang, dia menyuruhku untuk membayarnya terlebih dahulu. Jumlah hutangnya tidaklah sedikit. Tabungan bersama yang akan kami gunakan untuk menikah juga digunakan olehnya secara diam-diam.
Dia selalu menghalangiku untuk menggunakan atau mengecek tabungan kami bersama. Semula aku tidak curiga, tapi kenapa dia selalu menyembunyikan tabungan tersebut. Akhirnya, aku paksa dia untuk memberikannya padaku. Betapa kagetnya aku ketika mengeceknya karena uang tabungan kami habis begitu saja. Aku sangat marah padanya. Dia selalu beralasan untuk membantu keluarganya.
Namun, setelah aku cari tahu kembali, ternyata ibunya tidak sakit. Lalu, uang yang selama ini dia pinjam ternyata digunakan untuk judi online. Dia berbohong padaku selama ini. Padahal, aku sudah berharap akan menikah dengannya. Setelah aku kumpulkan semua bukti kebohongannya, tetap saja dia tidak mengaku salah.
Baca Juga: Makin Banyak yang Speak Up Soal Kekerasan dalam Hubungan
Hubungan ini sudah tak bisa dipertahankan, akhirnya aku memilih putus. Akulah yang harus melunasi semua utang-utangnya di pinjaman online karena menggunakan dataku. Sangat menyesal rasanya dibodohi oleh cinta. Hanya karena kasihan padanya, aku rela mengorbankan diri sendiri. Selama kurang lebih setahun aku berjuang sendirian melunasi hutang-hutangnya. Keuanganku juga berantakan karenanya. Tabunganku habis untuk membayar hutang. Aku memblokir semua sosial medianya dan tidak ingin sekalipun berkomunikasi dengan orang seperti itu.
Selama berpacaran, ada baiknya keuangan menjadi tanggung jawab masing-masing, apalagi ketika sudah terlihat bahwa pasangan tidak menunjukan niatan untuk ke hubungan yang lebih serius. Jangan sia-siakan uang yang sudah kamu kumpulkan sejak lama, hanya demi menjadi pahlawan untuk pasangan yang tidak baik.
Sumber: Miranti, 25 tahun, nama disamarkan, di Jakarta