Urbanwomen – Aku menikah di usia 25 dan sekarang punya 3 anak. Aku berhenti dari pekerjaanku sebagai sekretaris ketika menikah dan fokus mengurus anak di rumah. Banyak yang menentang. Karierku dianggap bagus, atau kenapa aku tidak menunda menikah agar tidak direpotkan urusan anak. Beberapa kerabat juga tidak setuju aku berhenti bekerja.
Aku kesulitan merawat anak pertamaku sehingga harus banyak diajari oleh orangtuaku. Kupikir menjadi ibu rumah tangga tidak begitu sulit, hanya mengerjakan pekerjaan rumah saja. Padahal, itu berarti bertanggungjawab dan berkewajiban mengurus rumah serta keluarga. Aku perlu memastikan anak-anak dan suami mendapatkan asupan makanan yang sehat dan bergizi, serta kondisi rumah yang nyaman ditinggali.
Dengan anak pertamaku aku benar-benar merasakan bagaimana perjuangan mengatur waktu untuk membereskan rumah dan antar-jemput sekolah. Sore hari, banyak juga yang harus dilakukan, mulai dari menyiapkan makan malam sampai membantu anak belajar. Saat suami pulang kerja, ada pekerjaan lain lagi buatku. Itu terjadi setiap hari.
Tantangan lain sebagai ibu rumah tangga yaitu mengatur kebutuhan keluarga setiap hari. Mengurus sendiri 3 anak, aku hanya mengandalkan gaji yang kuterima dari suami. Mau tidak mau harus tercukupi. Mulai dari makan sehari-hari, biaya sekolah anak, biaya lainnya yang tidak terduga. Sebagai ibu rumah tangga, kemampuan perencanaan finansialku harus lebih hebat dari lulusan finance manapun juga.
Karena memilih untuk di rumah, aku mencari jalan lain agar tetap bisa menghasilkan uang dari rumah sambil memantau tumbuh-kembang anak-anakku. Mulanya kucoba dengan berjualan makanan, hanya ditawarkan pada teman-teman terdekat saja, berupa lauk-pauk seperti ayam opor, kentang balado, dan lain-lain. Setelah banyak yang membeli, kucoba untuk menambah jualanku seperti risol mayonaise dan tahu pedas. Ternyata banyak yang memesan, sehingga sesekali aku minta bantuan anak pertamaku untuk mengirimkannya pada pemesan. Kalau sedang di rumah, suamiku juga membantu membuat masakan. Berjualan sebagai cara mengisi waktu tidak dilarang oleh suami. Dia selalu mendukung keinginan dan keputusanku.
Aku belajar time management agar semuanya bisa berjalan lancar. Aku harus tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memasak dan beres-beres rumah. Setelah itu aku jadi tahu berapa total waktu yang bisa dialokasikan untuk pekerjaan rumah tangga dan sampingan, jatah untuk quality time bersama keluarga dan diri sendiri, dan aku membuat batasan waktu untuk setiap pekerjaan. Misalnya, memasak 30 menit, mencuci 2 jam, menyelesaikan pekerjaan sampingan 2-3 jam. Ini membuatku membiasakan diri dengan deadline. Pekerjaan rumah juga perlu deadline agar tidak banyak alasan untuk menunda-nunda.
Karena sudah terbiasa tepat waktu, sisa waktu kugunakan untuk mencoba resep makanan lainnya. Uang yang terkumpul cukup untuk ditabung. Aku berencana membuka toko online agar usahaku bisa semakin berkembang. Anakku juga tambah besar, sudah bisa melakukan semua kegiatan mereka sendiri.
Baca Juga: 5 Kecerdasan Emosional yang Berguna untuk Mendukung Karirmu
Menikah dan punya anak bukan menjadi penghalang bagiku untuk mengembangkan diri. Terlebih memasak adalah hobiku, sehingga terasa menyenangkan saat mengerjakannya.
Tidak sedikit ibu rumah tangga mendapatkan tanggapan dan perlakuan tidak semestinya lantaran dinilai kurang produktif, padahal ibu rumah tangga juga memikul tanggung jawab yang berat. Menjalankan usaha sampingan, bisa menjadi salah satu solusi bagi ibu rumah tangga agar bisa mengembangkan diri, mengurus rumah, sambil merawat anak.
Sumber: Ira, 48 tahun, nama disamarkan, di Jakarta