Urbanwomen – Saya seorang wanita pekerja usia 28 tahun dan terpaksa menikah dengan suami saya yang berusia 35 tahun. Bukan karena keinginan saya sendiri, saya menikah karena ibu saya sangat menyukai suami saya yang berkerja sebagai abdi negara. Sebelum menikah, saya memiliki kekasih yang sudah bekerja mapan namun ibu saya tak merestui karena beda suku.
Beberapa kali saya juga sempat dengan laki-laki lain, tapi ibu tidak menyetujui dengan pilihan saya karena ibu sangat ingin memiliki menantu abdi negara. Bukan atas pilihan saya, akhirnya saya terpaksa menikah dengan dia dikarenakan ibu dan ayah saya berkali kali memasakan untuk menikah dengan dia.
Waktu itu saya berfikir, mungkin jika mengikuti orangtua akan mudah tapi ternyata itu semua salah. Setelah saya menikah, saya merasakan penderitaan karena menikah bukan dengan orang yang saya cintai. Ditambah suami saya bukan tipe lelaki yang saya inginkan, entah itu dari segi fisik dan sifat. Hubungan kami berjalan sangat hambar.
Bahkan, saya sering kali tidur di sofa sementara dia tak beduli dan tetap bisa tidur nyenyak di kamar. Kami juga sibuk dengan gadget kami masing-masing selama hampir 24 jam. Ketika saya terpaksa tidur di kamar dengan dia, terpaksa saya memlih tidur dengan posisi 69 karena saya tak mau berhadapan dengan dia. Suami saya sangat cuek, bahkan dia tak pernah peduli ketika saya sampai jam 10 malam belum pulang kerja.
Pernah saya tidak makan seharian, dia cuek saja dan hanya membeli makan untuk dirinya sendiri. Memang, kami hidup satu atap tapi kehidupan kita masing-masing. Saya cuci baju sendiri dia juga begitu. Sampai 4 bulan setelah pernikahan, saya belum pernah berhubungan intim dengannya. Mungkin hal ini yang membuat dia tidak memberi saya nafkah sepeserpun.
Saya dan suami memang tidak ada kecocokan sejak awal menikah. akhirnya saya berencana untuk mengajukan perceraian dengan dia, karena saya sudah tak kuat lagi hidup bersamanya. Entah bagaimana reaksi ibu saya, keputusan saya sudah bulat. Karena biar bagaimanapun, sayalah yang menjalani kehidupan pernikahan dengan dia. Jika tetap dipaksakan, kondisinya akan semakin tidak baik.
Baca Juga: Menata Emosi demi Kehidupan yang Lebih Baik
Memang orangtua mau yang terbaik untuk anaknya. Tapi semestinya tak begini, terlebih pernikahan adalah keputusan terbesar dalam hidup yang seharusnya saya sendirilah yang memutuskan.
Sumber: Anonim