UrbanWomen – Aku Randi, 30 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Setelah lulus sekolah, aku putuskan untuk terlebih dahulu bekerja selama beberapa tahun, baru berkuliah. Aku sangat beruntung, karena ketika itu aku langsung mendapatkan pekerjaan. Waktu pertama kali masuk kerja, sudah banyak teman-teman yang memberitahu kalau atasan kami sangat tegas dan tidak segan memarahi bawahannya yang salah di depan banyak orang.
Dari sini sebetulnya sudah ada rasa takut membuat kesalahan. Namun, aku mencoba bekerja lebih teliti dan hati-hati. Setelah beberapa bulan berjalan, semuanya lancar. Aku bisa bekerja dengan baik. Namun, suatu ketika, aku melakukan kesalahan sampai dimarahi di depan banyak orang. Saat itu aku merasa sangat malu karena seperti direndahkan saja.
Baru setahun bekerja, aku putuskan berhenti karena merasa sangat tertekan dan takut akan dimarahi lagi jika melakukan kesalahan. Berbekal pengalaman yang aku punya, aku coba untuk melamar diperusahaan lain. Aku diterima dengan gaji yang lebih tinggi dari perusahaan sebelumnya. Namun sayang, atasannya juga sama seperti itu. Melakukan kesalahan sedikit saja, aku bisa dimarahi habis-habisan.
Ditambah, lingkungan kerja yang toxic banyak yang bilang kalau aku tidak memiliki kemampuan apapun dan lemah. Beberapa orang bilang kalau aku tidak bisa dikritik. Semakin hari, aku merasa sangat stress bekerja di tempat tersebut. Aku merasa kesulitan berkembang. Baru sedikit ilmu yang aku dapatkan, akhirnya aku resign dari pekerjaan. Aku hanya bisa bertahan kurang lebih selama 2 tahun kurang.
Di tempat kerja tersebut juga banyak senior yang seringkali memberikan kritik, menurutku mereka terlalu keras pada bawahannya. Karena di zaman sekarang semuanya serba dimudahkan, aku jadi lebih mudah keluar masuk perusahaan. Pengalamanku bertambah, meskipun aku tidak pernah bisa bertahan lama di perusahaan.
Setelah berhasil masuk ke perusahaan berikutnya, aku putuskan sambil kuliah. Di sanalah aku mulai menyadari bahwa mentalku terlalu lemah. Tiap mendapat tekanan dan teguran dari atasan, aku merasa direndahkan dan berhenti belajar. Di kampus, aku bertemu dengan banyak orang yang kuliah sambil bekerja juga. Aku bertemu dengan orang-orang bermental kuat di sana. Kami saling bertukar pikiran, mereka menyadarkanku kalau saat bekerja, wajar sekali mendapat teguran jika melakukan kesalahan dan jika mau menjadi orang yang maju, aku harus mendengar banyak masukan dari para seniorku dan tidak langsung memutuskan resign begitu saja.
Di tempatku bekerja, aku juga bertemu dengan teman-teman yang usianya lebih tua dariku. Aku belajar bagaimana menghadapi kegagalan dari mereka, berusaha tidak terpuruk dan lebih banyak memperbaiki diri dibandingkan menyalahkan situasi.
Benar saja, di tempatku bekerja aku bertemu dengan seseorang yang sangat tegas. Kali ini aku belajar untuk melatih mental menghadapi ketakutanku sendiri. Walaupun sempat merasa sakit hati, tapi aku berpikir kalau aku tidak bisa terus-terusan menghindar dari masalah. Aku mengikuti semua masukan darinya walau terkadang omongannya cukup pedas di telinga.
Baca Juga: Sering Berpindah-pindah Tempat Kerja karena Aku Tak Bisa Menerima Kritikan Orang Lain
Awalnya menyebalkan, tapi aku merasa lebih bisa mengendalikan emosi dan yang terpenting ilmu yang aku dapatkan semakin banyak karena mencoba bertahan dan mendalami bidang yang aku kerjakan. Aku berhasil bertahan sampai saat ini. Aku tidak lagi merasa direndahkan tiap kali ditegur, tapi aku jadikan masukan yang membangun. Aku juga berpikir, bahwa suatu saat aku akan berkeluarga, jika aku menjadi orang yang lemah dan terus keluar dari pekerjaan hanya karena mendapat tekanan, kedepannya akan membuat aku kesulitan. Kini, aku sudah bekerja kurang lebih selama 4 tahun di perusahaan yang sama.
Jika mendapat masukan dari orang lain, jangan mudah tersinggung. Tapi, jadikanlah sebuah acuan untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. Tanamkan growth mindset pada dirimu untuk menerima hal baru dan beranggapan bahwa kecerdasan itu dapat dikembangkan. Growth mindset akan membentuk manusia yang berkepribadian kuat dan berani dalam menghadapi tantangan dan permasalahan hidup.
Sumber: Randi, 30 tahun, nama disamarkan, di Jakarta