UrbanWomen – Aku Riska, 27 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Aku pernah memiliki pacar yang sangat pelit. Awalnya, aku dikenalkan oleh salah satu teman saat hangout bersama. Pria ini meminta nomorku. Dari sini, kami jadi sering ngobrol membahas berbagai topik yang menarik. Kami menjadi sering jalan bersama, makan, dan nonton. Dia berasal dari keluarga berada, ayahnya adalah seorang direktur.
Pertama kali kami keluar untuk nonton, akulah yang mengeluarkan uang karena dia beralasan dompetnya tertinggal di rumah dan aku memakluminya, meskipun karena ini membuat aku sedikit hilang feeling. Setelah itu, kami masih sering berkomunikasi dan dia mengajak aku untuk pergi makan di restoran yang dia pilih. Aku berpikir, mungkin hari ini dia yang akan mengeluarkan uang karena sebelumnya akulah yang bayar.
Sampailah kami di sebuah restoran yang tempatnya cukup bagus. Makanannya cukup enak walaupun harganya sedikit mahal. Pikirku, jika total harganya terlalu mahal, tak masalah jika aku akan ikut membayar. Setelah selesai makan dan ngobrol, tibalah waktunya membayar. Ketika itu, dia sibuk sekali main game, saat aku menyuruhnya untuk membayar dia bilang “pakai uang kamu dulu ya, aku baru inget lupa bawa dompet.” Aku merasa heran, kenapa dia tidak bilang sejak awal kalau dompetnya ketinggalan. Dengan santai dia menyuruhku untuk membayar. Kalau aku tidak membawa uang lebih, siapa yang harus membayar makannya.
Tak lama setelah itu, karena sudah berkali-kali aku perhatikan dia seperti sengaja tidak membawa dompet, aku tanyakan padanya kenapa dia begitu pelupa. Sekalipun dia membawa dompet, tidak ada uang cash. Aku curiga, kalau ini hanyalah alasan yang dia buat-buat saja supaya tidak mengeluarkan uang. Dia beralasan, kalau dulunya ketika dia bersekolah di Amerika, terbiasa membayar dengan card jadi jarang sekali menyimpan uang cash. Sungguh, alasannya tidak masuk akal sama sekali.
Dia bukan tidak memiliki uang, tapi memang tidak mau mengeluarkan uang. Beberapa kali, dia juga menemani aku makan. Aku sangat heran, karena dia hanya memesan minuman. Padahal, sebelumnya dia bilang kalau dia lapar. Karena tidak tega, akhirnya aku menawarkannya makan. Dan seperti biasa, dia berpura-pura sibuk main game dan berharap aku yang membayarnya.
Belum lagi, ketika aku berulang tahun. Dia juga tidak mau mengeluarkan uang untuk membeli kado. Aku juga tidak begitu berharap, tapi setidaknya sekali saja dia mengeluarkan uang untukku. Dia beralasan bahwa hadiah ulang tahunnya sudah ada tapi belum dia bungkus sehingga tidak dibawa. Sampai sebulan belum juga dia menyiapkannya, padahal kami sering bertemu. Aku rasa ini hanya alasannya saja.
Puncaknya, ketika kami sedang pergi bersama. Malam itu, dia kehabisan bensin namun tidak membawa uang tunai. Akhirnya aku yang mengeluarkan uang, 20.000 aku lemparkan padanya dan saat itu juga aku memutuskan hubungan dengannya. Karena aku sudah merasa sangat ilfeel dan tidak akan pernah menghubunginya lagi. Semua uang yang dia pinjam aku anggap lunas agar tidak ada alasan lagi kami berkomunikasi.
Baca Juga: Dari Pacaran hingga Menikah, Aku Tak Pernah Melarang Istri Melanjutkan Pendidikan
Karena kejadian ini, setiap aku berpacaran atau masih PDKT, aku selalu membicarakan terkait bayar membayar sejak awal. Beruntung, kini aku memiliki pacar yang ketika kami jalan selalu bergantian membayar. Misalnya ketika menonton bioskop, aku yang membayar makanan, dia yang membayar tiketnya. Sehingga, kami saling merasa berkorban tidak seperti mantanku sebelumnya yang mau enaknya saja.
Hubungan itu harus seimbang, tidak berat sebelah. Kalau masih pacaran saja, dia sudah menyusahkan kamu, bagaimana kalau nanti sudah menikah. Kalau memang dia tak punya uang banyak, setidaknya ia mampu untuk bayar sendiri makanannya. Bukannya selalu minta dibayarkan pasangannya.
Sumber: Riska, 27 tahun, nama disamarkan, di Jakarta