UrbanWomen – Aku Nina, 28 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Aku berasal dari keluarga yang cukup berada. Apapun yang aku mau, pasti dituruti oleh kedua orang tuaku. Hidupku terasa serba mudah. Sampai suatu ketika, tibalah saatnya aku lulus dan mencari pekerjaan. Di sini aku merasa jika aku tidak bisa terus-menerus mengandalkan kedua orang tuaku. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya aku diterima disebuah perusahaan di Jakarta.
Pertama kali bekerja, aku merasa tidak percaya diri karena banyak teman-temanku yang sudah memiliki banyak pengalaman. Aku punya seorang atasan yang sangat tegas. Dia seorang wanita, aku kagum padanya karena dia mampu menjadi seorang pimpinan. Persaingan di tempatku bekerja cukup tinggi. Mereka bisa bekerja dan belajar dengan cepat. Sedangkan aku tidak memiliki bekal apapun saat itu.
Muncullah berbagai tekanan sosial dari lingkungan. Banyak yang menganggapku tidak bisa melakukan apapun karena aku karyawan baru dan tidak punya pengalaman. Tiap kali diberikan tugas, aku sering kali menganggapnya sulit, takut salah. Karena beberapa kali temanku memberiku kritik. Aku merasa sangat tertekan, karena terbiasa menghindar hal yang aku anggap sulit. Aku juga tidak terbiasa mengambil risiko.
Tiap kali mendapatkan gaji, aku juga selalu membeli barang dengan dalih “Self reward.” Padahal, ini membuatku justru menjadi boros dan terkadang aku berpikir bahwa ini sebetulnya masih permulaan tapi aku sudah merasa sangat lelah. Aku merasa tak sanggup mendapat kritik terus-menerus. Karena semakin dikritik, justru aku semakin merasa tidak bisa melakukan apapun dan memang benar atas apa yang mereka katakan.
Baru memulai karir selama kurang dari 2 tahun, aku putuskan untuk keluar karena terus mendapat kritikan. Akibatnya, aku keluar tanpa persiapan. Sempat menganggur beberapa tahun hingga akhirnya diterima ke perusahaan kedua. Di tempat kerja kedua, aku juga hampir saja keluar. Aku selalu menganggap bahwa lingkungan kerjaku toxic. Padahal tidak demikian. Akulah yang memiliki fixed mindset. Aku tidak bisa mendapat kritikan, selalu merasa menjadi orang yang paling tidak bisa apa-apa, dan menghindari masalah.
Aku baru menyadarinya setelah bertemu dengan teman yang usianya sama denganku, tapi dia sudah mendapat posisi yang cukup tinggi di tempatnya bekerja. Aku memberanikan diri kenapa dia bisa seperti itu. Di situ dia bercerita bahwa dia tidak mudah menyerah. Dia mampu bertahun-tahun bekerja di tempat yang sama karena memiliki mental yang kuat. Ketika dia dikritik, dia akan menjadikan motivasi, dan terus memperbaiki diri. Itulah yang membuat dia menjadi mudah berkembang.
Baca Juga: Sulit Terbuka dengan Pasangan, Aku Biasa Memendam Semuanya Sendirian
Dia bilang kalau aku seperti ini, aku akan sulit untuk berkembang karena dari kritikan juga bisa membuat diri kita berkembang. Tiap kali aku merasa tertekan dan tidak mampu, sampai mau keluar dari pekerjaan, aku selalu mengingat apa yang dikatakan temanku itu. Tapi untuk membentuk mental yang kuat, terkadang aku mesti memaksakan diriku supaya tidak mudah sakit hati. Aku belajar untuk lebih fokus pada apa yang seharusnya aku lakukan supaya bisa memperkembangkan diri. Aku paksakan diri untuk belajar di malam hari, terkadang aku masih buka laptop untuk mengecek kembali pekerjaanku. Inilah yang konsisten aku lakukan sampai akhirnya aku berhasil bertahan selama kurang lebih 4 tahun di perusahaan yang sama.
Ketika ada orang yang memberimu kritik, jadikanlah itu sebuah motivasi untuk membentuk diri menjadi lebih kuat. Jangan mudah rapuh hanya karena orang lain bicara buruk tentangmu. Tapi buktikanlah bahwa kamu tidak seburuk itu. Kamu perlu terbentur terlebih dahulu supaya bisa terbentuk menjadi lebih kuat.
Sumber: Nina, 28 tahun, nama disamarkan di Jakarta