UrbanWomen – Aku Mira, 29 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Sebelum menikah, aku dan suami berpacaran kurang lebih selama 3 tahun. Sebelum menikah, kami sering berdiskusi tentang kehidupan setelah menikah salah satunya tentang pekerjaan. Dia mengizinkan aku untuk tetap bekerja meski sudah memiliki anak, asalkan aku bisa melaksanakan kewajibanku sebagai seorang istri. Bahkan dia juga mendukungku bekerja, agar bisa menabung bersama membeli rumah.
Tidak hanya soal karir, kami juga sering berdiskusi tentang bagaimana mengatur pekerjaan rumah. Karena setelah menikah, kami belum memiliki keinginan untuk memiliki asisten rumah tangga. Menurut suamiku, pekerjaan rumah harus dilakukan berdua tidak hanya istri. Dia mengerti bahwa pekerjaan rumah cukup banyak, aku akan kerepotan jika mengerjakan semuanya sendirian karena aku juga bekerja.
Setelah menikah, kami sering mengatur strategi mengurus rumah, seperti siapakah yang akan memasak dan mencuci piring. Jadi, banyak pekerjaan rumah yang dilakukan bersama dari awal menikah. Kami sepakat membagi tugas, aku yang memasak dan suami yang mencuci piring. Beberapa bulan, semuanya berjalan sesuai hasil diskusi bersama. Namun setelah memasuki setahun pernikahan, suamiku mulai bermalas-malasan. Mungkin karena kadang dia juga merasa lelah. Dari sini mulai timbul sedikit perdebatan tentang pembagian pekerjaan rumah.
Dia selalu beralasan lelah karena seharian bekerja, sehingga tidak sempat membantuku membereskan rumah. Aku sempat merasa kesal, tapi aku teringat pesan Ayah, jika aku ingin seseorang membantu jangan lupa ucapkan tolong tanpa marah-marah. Ini yang aku lakukan ketika suamiku bermalas-malasan, tidak ingin membantu. Aku belajar bahwa siapapun tidak akan suka jika seseorang meminta tolong dengan memaksa. Perlahan, aku selalu mengingatkan suamiku, meminta tolong untuk membuang sampah atau membantu menjemur pakaian. Setiap dia membantuku, walau hanya sekedar membuang sampah aku selalu mengucapkan terima kasih dan tidak memasang wajah yang kesal. Terkadang aku juga memeluknya karena sudah membantu sebagai apresiasi untuknya.
Setelah itu, aku sempatkan waktu untuk bicara berdua tentang ini dan saling berkompromi. Sedikit demi sedikit, dia mengerti dan sering membantu pekerjaan rumah tanpa perlu aku suruh. Tak lupa selalu aku ucapkan terima kasih padanya. Jangan memberi kode pada pasangan untuk membantu pekerjaan rumah, lebih baik bicara langsung karena belum tentu suami bisa memahami apa yang kita inginkan.
Baca Juga: Sharing Is (not always) Caring: Gak Semua Hal Bisa Kamu Share di Sosmed
Jika suamiku melakukan kesalahan saat membantu melakukan pekerjaan rumah, sebisa mungkin aku tidak marah padanya tapi memberitahu yang benar seperti apa. Meski pernikahan kami masih belum lama, tapi sejak menikah aku jadi mengerti bahwa hal apapun, termasuk mengatur pekerjaan rumah harus didiskusikan berdua termasuk soal finansial.
Jangan ragu untuk berdiskusi pada pasangan termasuk soal pembagian tugas rumah. Jangan disimpan sendiri atau hanya memberi kode melalui media sosial. Jika keduanya sibuk, tidak ada salahnya juga menyewa asisten rumah tangga untuk mencari jalan tengah. Banyak berdiskusi dengan pasangan, semakin kecil kemungkinan terjadi salah paham. Rumah tangga akan terasa semakin hangat.
Sumber: Mira, 29 tahun, nama disamarkan, di Jakarta