perselingkuhan

Suami Selingkuh, karena Merasa Keinginannya Tak Terpenuhi

Kisah Utama

UrbanWomen – Aku Teti, 40 tahun, asisten rumah tangga, di Jawa. Bercerai, menjadi satu-satunya cara yang dilakukan untuk mengembalikan kebahagiaan dalam hidupku selama ini. Banyak sekali ujian yang datang di pernikahan kami. Mulai dari pekerjaan sampai orang ketiga. Sebetulnya, bagiku keuangan masih bisa dicari bersama-sama, tapi jika sudah bermain perempuan, sulit sekali aku memaafkannya. 

Suami dan aku berasal dari keluarga kurang mampu. Namun, ketika menikah kami sama-sama bertekad untuk bekerja. Aku tidak masalah jika harus menjadi ibu rumah tangga dan bekerja. Bagiku ini bisa menjadi ladang pahala. Bertahun-tahun berumah tangga, aku berusaha untuk menerima apapun pekerjaan dia. Meski gaji tidak seberapa, asalkan dia mau bertanggung jawab, bagiku tak masalah.

Hingga puncaknya tiba, ketika dia tidak lagi bekerja. Sudah mencari kemana pun, tetap saja dia tidak mendapatkan pekerjaan. Karena masalah keuangan ini, suamiku menjadi mudah marah. Tak hanya sampai di situ, masalah yang kedua juga terjadi dalam kebutuhan biologis. Saat suami tidak bekerja, terpaksa akulah yang mesti bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Inilah yang terkadang membuat aku merasa lelah. Pulang kerja, sering kali aku memilih untuk langsung tidur beristirahat.

Tapi, suamiku ini terus meminta untuk melakukan hubungan intim. Jika aku menolak karena lelah, dia tetap saja memaksa. Khawatir dia marah, akhirnya aku turuti kemauannya. Ini sering terjadi, dia seperti tidak mengerti bahwa aku ingin sekali beristirahat. Dia hanya menuruti nafsunya saja. Aku merasa tidak dihargai. Karena meskipun aku sudah menolak, tetap saja dia memaksa. Aku hanya mau dia lebih pengertian dalam memahamiku yang sudah lelah bekerja. Bukan tidak boleh, tapi kemauannya tidak bisa terus dituruti. 

Hingga ketika itu, aku sudah mulai muak dengan sikapnya yang terus memaksa. Selama ini aku berusaha untuk mengerti, tapi jika dia tidak bisa melakukan hal yang sama, aku merasa keberatan. Akhirnya, untuk pertama kali aku menolaknya. Aku meminta dia lebih pengertian, melakukannya esok hari saja. Tapi di situ rawut wajahnya berubah seperti kesal. Mungkin, karena biasa aku turuti, sehingga ketika tidak dituruti dia akan marah.

Sejak itu, dia seperti orang lain. Gerak-geriknya juga mencurigakan, seperti ada yang ditutup-tutupi dari ponselnya. Setelah diam-diam aku mengecek, ternyata dia menyewa seorang wanita untuk menuruti nafsunya. Betapa marahnya diriku setelah mengetahui hal ini. Namun, bukannya meminta maaf, dia justru bilang “wajar aku seperti ini, karena waktu itu kamu nggak mau berhubungan intim denganku. Alasannya karena capek kerja.” 

Semakin memuncak emosi kami. Saling menyalahkan dan setiap hari kami mulai berubah satu sama lain. Seperti itulah dia, jika keinginannya tidak dituruti, dia akan memaksa atau mencari pelampiasan. Dan ini tidak terjadi hanya 1 kali. Khawatir dia menularkan penyakit karena bergonta-ganti pasangan, aku memutuskan untuk berpisah. Aku juga merasa lelah terus menghidupi dia. Tak ada tanggung jawab dan main perempuan, apa yang bisa aku harapkan darinya.

Rasa sedih dan kesal tentu ada. Hingga kini, aku belum berani mencari suami lagi. Butuh waktu lama untuk membuka hati kembali. Tapi setidaknya, kehidupanku sudah jauh lebih baik sekarang, saat tidak bersamanya.

Baca Juga: THR Sering Habis Gak Tersisa? Ini Tips Supaya THR Kamu Gak Habis Gitu Aja

Terlalu banyak menuntut pasangan untuk sempurna, bisa menimbulkan ketidakbahagiaan. Bisa membuat apapun yang kita lakukan atas dasar keterpaksaan.  Apalagi, melakukan seks yang tidak diinginkan tak hanya memberi dampak pada kondisi psikologis korbannya saja, namun juga pada kesehatan fisiknya.

Sumber: Teti, 40 tahun, nama disamarkan, di Jawa

Baca Juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu