UrbanWomen – Aku Dewi, 30 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Salah satu alasan kenapa aku memilih untuk menikah dengan suamiku karena dia selalu mendukungku dalam melakukan segala hal, terutama terkait pekerjaan. Dia ingin aku menjadi pribadi yang terus berkembang. Selama itu hal positif dia selalu mendukungku. Saling percaya dan sering berdiskusi menjadi kunci utama kenapa hubungan kami tetap langgeng sampai punya 1 anak.
Sebelum menikah, dia bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahan di Jakarta. Namun, sejak pandemi suamiku terkena PHK. Sudah mencari pekerjaan, tapi belum juga ada yang menerimanya. Tapi dia tidak pantang menyerah. Dia memutuskan bekerja sebagai driver ojek online. Dia tidak pernah malu, selama itu halal. Sedangkan aku bekerja sebagai sales di salah satu perusahaan di Jakarta. Penghasilanku tiap bulan cukup besar bahkan setiap bulan aku selalu bisa menyisihkan uang untuk menabung.
Penghasilan kami setiap bulannya menjadi jauh berbeda ketika suamiku hanya bekerja sebagai ojek online. Tapi suamiku tidak pernah merasa minder. Dia tidak pernah menyuruhku untuk berhenti dari pekerjaan dan selalu mendukungku untuk terus mengejar karir. Meskipun aku kadang merasa ingin berhenti dari pekerjaan karena khawatir suamiku akan merasa minder. Saat dia dalam kondisi terpuruk, dia pernah mengatakan padaku jika terkadang dia merasa kalau aku sudah banyak membantu terutama dalam masalah keuangan. Dia khawatir bahwa aku merasa terbebani dan kelelahan. Dia terus menyalahkan diri sendiri. Padahal, dia yang sejak dulu sudah mendukungku dalam berkarir sudah lebih dari cukup. Aku merasa sangat terbantu akan hal itu.
Selama 2 tahun berpacaran memang beberapa kali kami sering membicarakan topik tentang karir. Dia menyuruhku untuk melanjutkan kuliah, dan tidak masalah jika harus sambil bekerja. Asalkan aku tetap memenuhi tanggung jawabku sebagai seorang istri. Aku pun melakukan hal yang sama. Asalkan dia bisa bertanggung jawab sebagai seorang suami, aku tidak masalah jika dia ingin melanjutkan pendidikan. Dia juga bukan orang yang posesif dan mengontrol ketika pacaran. Sempat terlintas dipikiranku, apakah dia benar serius karena dia tidak banyak melarang dan mengatur.
Setelah beberapa kali membahas tentang karir dengannya, akhirnya kami sepakat untuk saling mendukung dan memberikan kebebasan untuk tetap mengejar cita-cita. Kami juga saling paham bahwa perjalanan setelah menikah itu tidak mudah. Maka dari itu, kami belajar untuk saling menguatkan. Selanjutnya, kami sudah memiliki rencana untuk melanjutkan kuliah. Dia tidak masalah jika aku yang berkuliah terlebih dahulu. Karena kami sudah memiliki satu anak, jika keduanya yang berkuliah khawatir tidak ada yang mengawasi.
Baca Juga: Setara dalam Hubungan Asmara, Emang Bisa?
Aku dan suami juga mulai membuka usaha minuman di daerah rumah. Meskipun belum ramai, tapi setidaknya kami memiliki tambahan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Suamiku juga tetap mencoba melamar pekerjaan lain. Sambil menunggu panggilan, dia memutuskan untuk tetap menjadi driver ojek online.
Karier memang bukan segalanya, tetapi memiliki pasangan yang menghambat perkembangan diri kamu juga tidak bisa dibenarkan. Pria yang mencintai dengan tulus, pasti akan menjadi pendukung pertama untuk kesuksesan karir istri. Jangan ragu mengatakan pasangan pasangan kita, bahwa yang kamu lakukan ini untuk membawa perubahan yang lebih positif. Katakan, bahwa kamu membutuhkan dukungannya untuk melakukan hal ini.
Sumber: Dewi, 30 tahun, nama disamarkan, di Jakarta