Urbanesse, saya ingin sedikit bercerita tentang bagaimana spirit bersandar pada Tuhan di dalam diri mampu menjadi pengontrol saat diri sedang merasa lemah, takut dan down.
Saya tipe orang yang kata teman-teman orangnya suka berpikir secara berlebihan terhadap apapun yang belum terjadi hingga sempat lupa bahwa segala yang terjadi dalam hidup saya adalah kuasa Tuhan. Meski saya berusaha keras bagaimana pun tetap jika kehendak Tuhan belum waktunya yang belum terjadi. Pikiran Saya suka melampaui kuasa Tuhan.
Dulu sebelum menikah saya sudah berpikiran jauh duluan ‘aduh gimana nih umur sudah mendekati kepala 3 tetapi belum juga dinikahin sama pacar, nanti orang tua pasti bakal begini dan begitu. Nanti orang lain pasti bakal berpikir ini dan itu, nanti di sangkanya main-main dan asumsi-asumsi saya lainnya yang membuat saya merasa tertekan sendiri. Padahl belum tentu juga orang tersebut berpikiran seperti yang saya pikirkan’.
Saat itu saya merasa orang paling malang di dunia karena belum menikah, bahkan sempat mempertanyakan pada Tuhan mengapa nasib saya seperti ini tidak seperti teman-teman saya yang sudah pada nikah. Logika Saya melampaui logika Tuhan, Saya lebih memilih memberi makan pikiran-pikiran yang negatif dan terlampau jauh untuk saya pikirkan. Padahal kalau sudah waktunya Tuhan berkendak pasti mau bagaimanapun jalannya juga akan menikah. Namun memang saat itu Tuhan pending dulu karena ia mungkin ingin melihat saya lebih kuat lagi hati dan pikiranya dalam mengahadapi permasalahan.
Yaa…karena saya akui dulu itu saya lemah setiap ada masalah hanya bisa menangis, merasa bersalah dan down yang mendalam seperti tidak percaya adanya kuasa Tuhan di balik masalah yang saya hadapi. Saya pernah di kecewakan, pernah ada laki-laki yang saya suka, saya sempat membiayai kuliah dia 4 semester, belikan dia handphone, pakaian bagus lalu menjanjikan akan menikahi saya tetapi akhirnya dia malah memutuskan dan pergi meninggalkan saya lalu menikah dengan orang lain. Saat itu saya merasa down yang sangat mendalam pernah sampai ingin bunuh diri, padahal saya belum memberikan dia segalanya hanya baru materi, tetapi rasa kecewa dan sakit hati saya turutin hingga saya kehilangan arah. Mungkin disinilah Tuhan melihat saya yang masih lemah hati dan pikiran ketika menjalin hubungan dengan seseorang. Maka dia pending dulu selama bertahun-tahun, hingga usia saya masuk 32 tahun barulah saya akhirnya menikah.
Setelah menjalin hubungan selama kurang lebih 7,5 hampir 8 tahun lamanya, saya dan pasangan memutuskan menikah. Namanya sebuah hubungan saat itu saya sempat mengalami putus nyambung di hubungan tersebut, tetapi lagi-lagi karena usaha saya yang merasa yakin bahwa dia adalah sosok yang baik untuk saya, saat itu maka saya tetap menjalaninya memperbanyak sabar, syukur dan berusaha berbesar hati terhadap segala kemungkinan yang terjadi di hubungan tersebut.
Banyak yang bertanya Mengapa selama itu baru menikah ? saya yang manusia biasa ini hanya menjawab karena memang waktunya sudah tepat. Saya dan dia mungkin karena sudah sama-sama di matangkan oleh masa lalu dan keadaan, Tuhan Juga sudah cukup melihat bagaimana jatuh bangunnya saya setiap kali menjalin hubungan begitu pun dengan suami saya. Mungkin juga Tuhan melihat bahwa pekerjaan pasangan saya saat itu sudah lebih baik dari sebelumnya, inilah cara Tuhan yang telah menganggap sudah saatnya saya dan dia menikah, saya bersyukur tanpa ada halangan kami pun menikah saat itu.
Sejak itulah saya percaya keterlibatan Tuhan di dalam hidup saya sangat besar, melalui ibadah dan doa pada-NYA saya merasa energi doa mampu mempengaruhi kehidupan saya dalam berelasi dengan pasangan. Hati saya kini jauh lebih tenang tanpa ada perasan takut dan curiga pada pasangan seperti saat sebelum menikah.
Bukan karena saya sudah di nikahi olehnya, tetapi karena berkali-kali Tuhan menunjukkan pada saya kuasa-NYA seperti saat dulu saya tidak yakin bahwa saya akan menikah setelah patah hati dan kecewa karena di bohongi oleh mantan saya, saya pikir saya sudah tidak akan menemukan laki-laki lain, tapi Tuhan mendatangkan laki-laki ini (suami saya) untuk memastikan pada saya bahwa ‘bahwa hidup saya nggak semenderita itu, masih ada yang mau kok sama saya dan masih banyak orang yang hidupnya lebih sakit daripada yang saya alami’. Dulu saat masih belum bersandar pada kuasa Tuhan saya suka menangis, merasa salah pada diri sendiri dan marah banget mengingat kepergian/hilangnya mantan saya yang milih menjauh dari saya setelah saya biayai kuliah & melengkapi kebutuhan materinya serta menjanjikan menikahi saya.
Tetapi setelah kini saya sudah melibatkan segala yang terjadi dalam hidup, saya jadi merasa ringan, tidak luka batin dan tidak terbebani lagi ketika mengingat sang mantan. Malah sekarang saya menganggap ini jalan Tuhan, ‘coba ketika saya tidak bertemu dulu dengan pria tersebut mungkin saya tidak ada di titik saat ini, bertemu dengan laki-laki yang menjadi suami saya hari ini. ini mungkin yang di sebut setiap orang ada masanya, ada waktunya masing-masing, Dulu saya pernah merasa jomblo sendirian, hampa di saat teman-teman saya yang lain sudah pada menikah. Jujur ya, saya menyesal pernah berpikiran buruk pada Tuhan, pada diri sendiri dan pernah berpikir terlalu jauh seolah-olah saya akan susah menikah setelah patah hati.
Pada akhirnya saya menikah, dan semua pikiran buruk tersebut hanya menjadi beban saya saja kala itu. Berdasarkan pengalaman saya tersebut itu kini saya jadi belajar bertumbuh untuk tidak mudah berpikiran negatif terlalu jauh pada hal-hal yang belum terjadi. Kini saya sedang menerapakannya di dalam pernikahan saya baik dalam mengasuh anak maupun dalam kehidupan berkeluarga.
Saya sedang belajar untuk melihat segala sesuatu dari sisi positifnya dulu, dari segala sudut pandang, belajar untuk tidak ketakutan sendiri dan berpikiran yang tidak-tidak misalnya ketika anak sakit saya belajar untuk tidak panik, tidak gampang takut terjadi hal-hal buruk yang akan menimpa anak atau suami saya, saya mencoba untuk mengatakan yang positif dulu meski yang saya rasakan sangat negatif.
Benar saja lho saya coba menerapkan ini ketika anak saya sakit DBD sudah parah sekali. Saya katakan ke diri saya tenang, nggak usah panik, anak saya akan baik-baik saja di tangani oleh ahli-NYA dan berserah pada Tuhan karena dia lah pemilik hidup. Keesokannya hal positif saya rasakan, anak saya sembuh dan saya percaya bahwa setelah usaha, kekuatan doa itu sangat besar dalam hidup kita. Bersandar pada Tuhan, maka akan menemukan jawabannya tanpa bisa dipahami dnegan logika manusia.
Dari kejadian tersebut saya juga belajar :
- Mempercayakan bahwa segala hal yang terjadi di dunia ini ada kuasa Tuhan. Jodoh, kematian, rezeki adalah kuasa Tuhan. Semua yang saya miliki hanya titipan dari Tuhan yang harus saya jaga namun bukan malah untuk menjadikan saya lemah tetapi ini sehrausnya menjadikan saya kuat dan optimis untuk menjalani hidup untuk sellau belajar menjadi pribadi yang selangkah lebih baik dari sebelumnya.
- Kini bukan hanya ketika ada masalah atau beban yang saya rasakan saya mengadu pada Tuhan, melainkan di segala situasi suasan hati saya sedih, senag, bahagia, kecewa saya ceritakan pada-NYA karena DIA lah pemilik hidup dan mati atas diri dan keluarga saya.
Tuhan membuktikan pada diri saya, bahwa pikiran saya hanya pikiran manusia sangat pendek di banding kuasa Tuhan yang besar. Apa yang menurut kita tidak mungkin PASTI mungkin terjadi bila Tuhan menghendaki-NYA. Jadi, tetap berharap, belajar berpikir positif dahulu di segala hal, tetap berusaha untuk selalu memantaskan diri dan berbuat baik bukan nya untuk orang lain tetap manfaatnya akan di rasakan buat diri sendiri dan kunci utama adalah terus berdoa karena Tuhan bahagia pada umat-NYA yang tetap rendah hati masih mau meminta dan mengandalkanNya.
BACA JUGA : Tips Menghilangkan Pikiran Negatif! Saatnya Ubah Sikap Pesimis yang Menghambat Kesuksesan