UrbanWomen – Aku Gresha, 35 tahun, freelancer, di Jawa. Beberapa tahun yang lalu, di usia ke-30 aku memutuskan untuk bekerja sebagai pengasuh anak. Dari pekerjaan ini, aku mulai memahami bahwa berinteraksi dengan anak kecil itu menyenangkan tapi juga melelahkan. Adapun anak yang aku asuh rentang usianya mulai dari 9 bulan hingga 6 tahun.
Cukup banyak anak yang aku asuh, beberapa diantaranya memiliki ibu single parent yang sangat sibuk bekerja. Dari pekerjaanku saat itu, terbayang betapa lelahnya menjadi seorang ibu dalam merawat dan memastikan anaknya sehat. Belum lagi ketika merawat anak di usia 2 tahun. Banyak hal yang membuat aku belajar supaya lebih sabar.
Selalu sibuk dengan pekerjaan, sudah banyak keluarga yang menanyakan kapan aku segera menikah, mengingat usiaku sudah masuk kepala tiga. Aku hanya bisa menjawab mereka “doakan saja ya.” Karena ketika itu, aku sedang tidak dekat dengan siapapun. Hingga suatu hari, aku berkenalan dengan seorang pria. Dia orang yang sopan dan baik. Selama masa pendekatan, dia mengatakan padaku bahwa dia ingin segera berumah tangga. Tapi, dia tidak mungkin memiliki anak karena sudah vasektomi yaitu prosedur pembedahan yang dilakukan untuk membuat pria mandul secara permanen atau tidak dapat menjadi ayah dari seorang anak.
Namun, suamiku tidak pernah memaksa untuk menerimanya, karena dia sudah terus terang sejak awal. Dia memintaku untuk memastikan, jika aku mengatakan ya, berarti itu adalah keputusan bulat jangan sampai aku berubah pikiran ketika sudah menikah. Aku memikirkan hal ini cukup lama. Saat itu aku hanya meminta waktu padanya untuk mempertimbangkannya kembali.
Setiap malam aku meminta petunjuk dari Tuhan. Semakin hari, Tuhan memperlihatkan sisi baik dari suamiku. Kami semakin dekat dan saat itu banyak perubahan pada diriku yang menjadi lebih baik dari sebelumnya. Misalnya, dulu aku adalah orang yang mudah marah tapi sejak kenal dengannya aku lebih bisa mengendalikan emosi.
Aku rasa ini adalah perubahan yang baik. Setelah dipertimbangkan, akhirnya aku memutuskan untuk tetap melanjutkan hubungan ini hingga ke jenjang serius. Sebelum menikah, aku sudah menjelaskan pada keluargaku tentang keputusanku ini. Banyak dari mereka yang mempertanyakan dan menghakimi “Kalau aku sih lebih baik nolak, karena percuma sudah capek berhubungan intim tapi tidak ada hasil apa-apa.” Kedua orang tuaku juga mengatakan hal serupa, tapi tentang bagaimana keputusan selanjutnya, mereka menyerahkannya padaku.
Baca Juga: Memutuskan Menikah di KUA, Meski Sempat Tak Direstui karena Gengsi
Aku sudah mencari tahu juga mengenai latar belakang suamiku, dan tidak ada masalah dengan itu. Aku tahu apa yang terbaik untuk diriku. Meski awalnya keluarga kurang setuju, tapi suamiku ini tak menyerah untuk terus mengambil hati keluargaku. Setiap suamiku pergi ke luar kota, tak lupa dia selalu ingat membawakan oleh-oleh untuk keluargaku. Walau terkadang, keluargaku tidak menyambutnya dengan baik, tapi dia tetap berusaha. Hingga akhirnya, mereka menyetujui keputusanku. Inilah jalan hidup yang aku ambil. Sampai saat ini aku masih bekerja sebagai pengasuh, untuk mengisi kegiatan sehari-hari. Suami tak pernah melarangku untuk bekerja, dia selalu mendukung apapun yang aku inginkan. Aku merasa bahagia dengan jalan hidup yang aku pilih.
Sumber kebahagiaan setiap orang tidaklah sama. Tiap orang berhak membuat pilihan hidupnya masing-masing. Jangan menghujat, apalagi sampai menghakimi pilihan hidup orang lain, cukup berikan saran yang membangun kalau menurutmu ada pilihan yang lebih baik baginya.
Sumber: Gresha, 35 tahun, nama disamarkan, di Jawa