Urbanwomen – Semakin dewasa, tak dimungkiri bahwa kita memiliki kontrol yang semakin besar terhadap setiap hal dalam kehidupan pribadi. Sebab karakter kita semakin terbentuk. Kita menjadi lebih mengenali apa yang kita sukai, apa yang kita mau, dan apa yang kita anggap baik. Inii pula yang terjadi padaku.
Sejak lulus SMA aku melanjutkan pendidikan di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Bukan tanpa alasan. Menurutku kemungkinan lebih mudah mendapatkan pekerjaan selepas kuliah akan lebih besar. Meski berat hati, ayah dan ibuku mendukung keputusanku. Ya maklum saja, aku anak perempuan satu-satunya.
Di masa kuliah pengetahuanku kian terbuka. Aku bertemu banyak orang baru, melakukan berbagai aktivitas baru, menemukan tantangan-tantangan baru, mempelajari hal-hal baru di kelas dan di luar kelas. Itu semua membentuk karakterku secara tidak langsung menjadi pribadi yang bekerja keras dan pantang menyerah.
Aku juga banyak menghabiskan waktu untuk berdiskusi, melakukan kegiatan sosial, membaca, serta menulis. Di saat beberapa temanku dari Jakarta sepertinya sibuk bersenang-senang di akhir pekan, aku tak tertarik dengan itu. Aku tak khawatir akan kehilangan teman-teman dari ‘Ibukota’, karena nyatanya aku lebih menyukai kawan-kawan dari daerah yang sifatnya bersahaja.
Walaupun orangtuaku tergolong mampu memberikan fasilitas yang layak, aku memilih tinggal di kosan sederhana tanpa fasilitas berlebihan. Tak ada AC, tak ada springbed besar. Aku juga lebih senang mengambil pekerjaan lepas di bidang sosial dan seni untuk menambah uang saku. Selain tidak ingin memberatkan, aku berusaha mengasah kekuatan diri menghadapi dunia pasca lulus kuliah. Ya, itu semua adalah pilihanku sebagai mahasiswa.
Sekembali ke Jakarta aku diterima bekerja di konsultan hukum. Sambil bekerja aku menabung untuk merampungkan pendidikan profesi. Banyak bersinggungan dengan seni dan budaya, membaca buku-buku sastra Indonesia serta buku-buku sosial lainnya, membuatku kerap kali berkontemplasi dalam kesendirian. Di saat itu aku biasanya dapat mempertanyakan kembali kesadaran akan banyak hal, meredefinisi nilai-nilai tertentu dalam kehidupan.
Aku bekerja di lembaga bantuan hukum yang bersifat sosial, memberikan bantuan hukum kepada orang-orang yang buta hukum terutama mereka yang menjadi korban dalam kasus HAM. Orangtuaku menolak tegas, karena bagi mereka pekerjaan itu membahayakan. Tetapi aku meyakinkan mereka bahwa jiwaku telah terpanggil untuk itu.
Baca Juga: Membuktikan Pada Orangtua, Bahwa Pilihan Kita Baik
Ini jelas keputusan besar dalam hidupku. Sebagai pengacara muda aku tidak luput dari serangan-serangan yang mayoritas merupakan pihak-pihak punya kekuasaan. Sebagai perempuan aku pernah merasa gentar. Tapi aku yakin Tuhan selalu melindungi orang-orang yang berniat baik. Ini pilihan berat, namun aku akan tetap menjalaninya. (*)