UrbanWomen – Aku Rara, 28 tahun, karyawan swasta, di Jakarta. Saat memasuki usia 26 tahun, aku sudah berpikir tentang pernikahan. Inilah yang membuat aku ingin mencari pasangan yang serius, yang sudah memikirkan tentang pernikahan juga. Aku coba mencari sosok laki-laki yang aku inginkan dengan bermain aplikasi kencan. Beberapa kali mencoba, tapi aku juga belum menemukan seseorang yang cocok denganku.
Sampai suatu ketika, aku bertemu dengan laki-laki itu. Dia juga mengaku sedang mencari istri, tak mau lagi menjalin hubungan hanya sebatas pacaran. Kami mulai mengenal satu sama lain. Dia sempat bercerita, kalau dia suka bermain bulu tangkis dan jogging. Dia suka sekali berolahraga. Ketika berolahraga, dia hampir tidak pernah bermain handphone karena ingin fokus.
Beberapa kali ketika dia berolahraga, aku mencoba memahami kenapa dia tidak membalas chat atau menelfonku. Ini sudah sering terjadi, aku tidak menaruh curiga padanya. Yang aku pikirkan, hanya karena dia sibuk saja.
Namun, ada hal yang mencurigakan. Misalnya, ketika kami sedang jalan-jalan, dia hampir tidak pernah mengeluarkan handphone-nya, seperti ada yang ditutup-tutupi. Karena sudah terlalu bucin, aku sampai lupa untuk menanyakan rumahnya di mana dan apakah dia sudah pernah menikah atau belum. Dan setelah aku pikir-pikir, kenapa dia hampir tidak pernah membicarakan tentang kehidupan pribadinya. Paling hanya mengenai pekerjaannya dan kegiatan sehari-hari.
Untuk mendapatkan jawaban, aku coba untuk mencari tahu tentang dirinya di sosial media. Bodoh memang, kenapa tidak sejak awal aku mencari tahu tentangnya. Aku kaget karena menemukan foto dia bersama seorang perempuan dan anak kecil. Akhirnya aku meminta bantuan pada temanku untuk mengikutinya untuk memastikan apakah dia sudah memiliki istri atau belum. Dengan bukti foto yang diberikan temanku, ternyata dia sudah memiliki istri dan anak. Sesudah terkumpul semua bukti, aku begitu marah dengannya. Aku merasa itu bukanlah diriku.
Dia berterus terang, bercerita jika dia memang sudah memiliki istri dan anak. Tapi, rumah tangga mereka sedang tidak baik-baik saja. Mereka terus bertengkar karena masalah perbedaan pendapat dan seks. Istrinya sebetulnya sudah mengetahui bahwa dia beberapa kali main aplikasi kencan. Karena sudah lelah, akhirnya dia membebaskan suaminya untuk melakukan apa yang dia mau. Istrinya bertahan demi anak-anak. Bahkan, istrinya juga sudah tahu banyak tentangku.
Laki-laki itu memintaku untuk menjadi istri yang kedua. Tapi jelas aku memilih untuk tidak melanjutkan hubungan. Aku menolaknya, karena aku meyakini jika dari awal kita sudah menjalani suatu yang sudah jelas salah, maka suatu saat kita akan terkena batunya. Inilah yang aku pikirkan. Belum dari keluarga, apa yang harus aku katakan jika aku menikah dengan seorang pria beristri. Aku malu untuk mengatakannya.
Ya, akhirnya aku menolak dia dan meminta putus. “Aku ga bisa mas, lebih baik kamu kembali ke istri kamu yang sudah sangat sabar dan banyak berkorban untuk kamu. Aku belum tentu bisa sekuat istri kamu, jadi lebih baik kita sampai di sini saja.” Dia masih menahanku dan memohon untuk mau menikah dengannya. Akhirnya dengan terpaksa aku blokir nomornya dan tidak berkomunikasi sama sekali dengannya. Beruntung, saat berpacaran dengannya aku tidak tidak banyak berkorban dan masih menjaga kehormatan. Jadi, ketika terjadi hal seperti ini aku bisa lebih mudah melepaskannya.
Baca Juga: Punya Pacar yang Emosinya Tidak Stabil, Hubungan Kami Hampir Berakhir
Dari kejadian ini, aku belum bisa menerima orang baru lagi. Mungkin seiring berjalannya waktu, aku akan menemukannya, tapi tidak sekarang. Aku juga tak ingin terburu-buru lagi mencari pengganti.
Sudah saatnya untuk kita lebih bisa berani dan tegas dalam membuat pilihan soal menjalin sebuah hubungan. Supaya tidak terjebak dalam hubungan dengan pria beristri, yang biasanya hanya akan memberi akhir yang tidak baik. Kita berhak dan layak mendapatkan cinta yang baik dari pria yang baik.
Sumber: Rara, 28 tahun, nama disamarkan, di Jakarta