UrbanWomen – Sist tau gak sih menurut analisis data prevalensi dari tahun 2000-2018 di 161 negara dan wilayah yang dilakukan WHO1 atas nama kelompok kerja Antar lembaga PBB tentang kekerasan terhadap perempuan tahun 2018, menemukan bahwa di seluruh dunia, hampir 1 dari 3, atau 30%, perempuan pernah menjadi sasaran kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual oleh pasangan intim atau oleh yang bukan pasangan.
Di Indonesia sendiri Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan tahun 2021, ada sebanyak 6.480 kasus kekerasan di ranah personal. Diantaranya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau terhadap istri menempati kasus terbanyak dengan (3.221 kasus), kemudian disusul kekerasan dalam pacaran (KDP) sebanyak (1.309 kasus).
Dalam 5 tahun terakhir (2016-2020), kasus kekerasan dalam pacaran selalu menempati posisi 3 besar kasus kekerasan di ranah privat terbanyak selain kekerasan terhadap istri dan kekerasan terhadap anak perempuan.
Tahun | Jumlah kasus |
2016 | 2.171 |
2017 | 1.873 |
2018 | 2.073 |
2019 | 1.815 |
2020 | 1.209 |
Diantara banyaknya kasus kekerasan dalam pacaran yang terjadi, jenisnya pun dibagi dalam beberapa kategori. Yuk kenali jenis-jenis kekerasan dalam hubungan agar kamu dan orang terdekat bisa terhindar dari kekerasan dalam hubungan.
1. Kekerasan Seksual
Jenis kekerasan pertama adalah kekerasan seksual. Kekerasan seksual yang dimaksud bisa berupa memeluk, mencium, meraba, hingga melakukan hubungan seksual di bawah ancaman atau tanpa persetujuan kedua belah pihak. Jadi meskipun kalian sudah menikah, jika tanpa consent itu sudah termasuk kekerasan seksual.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016. Dari berbagai jenis kekerasan, kekerasan seksual adalah jenis kekerasan yang paling banyak terjadi dengan persentase sebanyak 38%. Diketahui sebanyak 33,4% perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual selama hidupnya, dengan jumlah sebanyak kekerasan seksual 24,2%. Dan kekerasan seksual merupakan jenis kekerasan yang paling banyak dialami perempuan yang belum menikah yaitu 34.4%,
Walaupun kebanyakan korbannya merupakan perempuan, gak dipungkiri juga kekerasan dalam hubungan berupa kekerasan seksual bisa terjadi pada laki-laki. Berdasarkan data National
- Violence against women Prevalence Estimates, 2018. Global, regional and national prevalence estimates for intimate partner violence against women. WHO: Geneva, 2021
- https://www.abs.gov.au/articles/domestic-violence-experiences-partner-emotional-abuse
- https://journals.sagepub.com/ Understanding Economic Abuse in the Lives of Survivors
Sexual Violence Resource Center (NSVRC), secara nasional, 81% wanita dan 41% laki-laki melaporkan beberapa bentuk pelecehan dan atau kekerasan seksual.
Baca Juga: Ayah Sakit Keras, Tabungan Keluarga Habis karena Tak Punya Persiapan
2. Kekerasan Fisik
Setelah kekerasan seksual, kekerasan fisik adalah kekerasan paling banyak terjadi. Diantara banyaknya kasus kekerasan pada perempuan, masih dari sumber yang sama seperti kekerasan seksual. Tingkat kekerasan baik secara fisik dan seksual yang dialami perempuan belum menikah yaitu sebesar 42,7%, dengan persentase kekerasan fisik sebanyak 19.6%.
Kekerasan fisik bisa seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencekram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik yang lainnya yang menyebabkan kesakitan dan luka.
3. Kekerasan Emosional/Verbal
Selanjutnya ada kekerasan emosional yang gak kalah menyeramkannya dari dua kekerasan sebelumnya. Kekerasan ini gak boleh kamu anggap remeh karena menyangkut dengan kesehatan mental seseorang. Tindakan seperti mengancam, menjelek-jelekkan, dan berkata kasar bisa mengganggu kestabilan mental seseorang. Ditambah lagi kalau korban sudah memiliki mental issue sendiri.
Gak seperti kekerasan fisik dan seksual, kekerasan emosional lukanya gak nampak dan sulit untuk diidentifikasikan, seperti serangan secara verbal, ataupun perilaku manipulative seperti gaslighting. Memar ataupun luka fisiknya akan sembuh tapi kerusakan pada mental seseorang bisa bertahan selamanya.
Berdasarkan hasil analisis Personal Safety Survey (PSS) tahun 20162. Diperkirakan satu dari empat wanita (23% atau 2,2 juta) pernah mengalami kekerasan emosional dari pasangannya sejak usia 15 tahun, diantaranya:
- 6,1% (575.400) oleh pasangan saat ini
- 18% (1,7 juta) oleh mantan pasangan
4. Kekerasan Finansial
Kekerasan finansial atau ekonomi bisa berupa meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya, memanfaatkan atau menguras harta pasangan. Kekerasan finansial sering kali gak disadari saat terjadi dan belum umum diketahui, tapi sangat sering terjadi, bentuk kekerasan ini jika dalam rumah tangga, terjadi saat satu pihak mengendalikan kemandirian dan kebebasan finansial pihak lainnya, termasuk melarang pasangan untuk bekerja atau mengambil pekerjaan dengan penghasilan yang lebih tinggi darinya.
Baca Juga: Ayah Sakit Keras, Tabungan Keluarga Habis karena Tak Punya Persiapan
Nah antara 94-99% korban KDRT maupun KDP pernah menjadi korban kekerasan ekonomi. Lalu di antara 21-60% korban kekerasan dalam hubungan, kehilangan pekerjaan karena kekerasan ekonomi.
- Violence against women Prevalence Estimates, 2018. Global, regional and national prevalence estimates for intimate partner violence against women. WHO: Geneva, 2021
- https://www.abs.gov.au/articles/domestic-violence-experiences-partner-emotional-abuse
- https://journals.sagepub.com/ Understanding Economic Abuse in the Lives of Survivors
5. Kekerasan Pembatasan Aktivitas
Sist kamu pasti punya dong, teman atau sahabat yang cerita tentang keposesifan pasangannya? Tau gak sih, itu adalah salah satu bentuk kekerasan pembatasan aktivitas, lho.
Kekerasan pembatasan aktivitas ini paling banyak menghantui perempuan dalam hubungan berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, sampai mudah marah dan suka mengancam saat terjadi masalah.
Menurut data KemenPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) 42,3% perempuan pernah mengalami KDRT berupa pembatasan Aktivitas.
Gak hanya posesif, pelaku juga dengan berani mengatur apapun yang boleh korban lakukan. Gak boleh begini, gak boleh begitu, dengan alasan demi kebaikan si korban, padahal ia sangat membatasi bagaimana korban mengekspresikan dirinya melalui kegiatan sehari-harinya, yang efek jangka panjangnya bisa berpengaruh pada sosial hingga emosional korban lho.